Pemerintah Bersikap 'anti-HAM' Terkait Kebakaran Hutan

Pemerintah Bersikap 'anti-HAM' Terkait Kebakaran Hutan

detaktangsel.com - LSM Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras) mengatakan, pemerintah Indonesia lebih pro-investasi dan tidak memedulikan masalah hak asasi manusia dalam menindak pelaku pembakaran hutan yang berdampak kabut asap.

Kesimpulan tersebut ditarik Kontras setelah melakukan penelitian terkait proses hukum tersangka pembakar hutan di lima provinsi di Kalimantan dan Sumatera, tempat titik api paling banyak berada.

“Problemnya, polisi masih hanya menyebut akronim nama perusahaan. Pemerintah masih berupaya melindungi perusahaan pembakar hutan,” ungkap Puri Kencana Putri, wakil koordinator bidang strategi dan mobilisasi Kontras, dalam jumpa pers, Senin (09/11) pagi.

Sementara itu, Kepala humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Eka Soegiri mengatakan, pemerintah Indonesia "sudah mati-matian" melakukan upaya pemadaman berskala nasional dan melibatkan berbagai pihak.

"Kami melakukan kegiatan bersama-sama untuk memadamkan dan kami menyidik untuk penegakan hukum. Sudah kami umumkan empat belas entitas yang diduga melakukan pelanggaran," kata Eka Soegiri kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Senin (09/11) sore.

"Jadi, kita sudah mati-matian mengerjakan kegiatan ini, dan skala penanggulangannya bersifat nasional," kata Eka.

Ditanya bagaimana Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan menanggapi pernyataan Kontras, Eka mengatakan: "Saya tidak mau mengomentari apa yang dikatakan Kontras, tapi kami menyampaikan kepada publik apa yang telah kami kerjakan selama ini."

"Kita mengerjakan apa yang menjadi tugas dan fungsi pokok pemerintah. Silakan dinilai lamnat atau tidak. Kita sudah all out," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Pandjaitan, menyebut pengungkapan nama individu dan korporasi pembakar hutan, hanya akan membuat kegaduhan.

“Karena itu berhubungan dengan kegiatan ekonomi negara. (Nanti) banyak pula lapangan kerja yang hilang,” tegas Luhut kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Mengomentari pernyataan Luhut, Puri menilai pemerintah telah salah kaprah dengan menjadikan ekonomi sebagai alasan untuk tidak mengungkapkan informasi pelaku.

“Pembangunan itu tidak boleh lebih tinggi derajatnya dibandingkan perlindungan HAM,” katanya.

Apalagi, lanjutnya, keterbukaan informasi disebut Kontras adalah hak asasi masyarakat yang menjadi korban.

“Kalau nama pelaku tidak dibeberkan jelas, kejahatan serupa potensial akan terjadi lagi tahun depan,” tutur Puri.

Pemerintah juga dituding bertentangan dengan semangat akuntabilitas. “Sepertinya mereka ingin menggunakan pasal 17 tentang informasi yang dirahasiakan. Padahal informasi dan nama pembakar hutan ini, bukanlah bagian dari sistem keamanan negara.”

Kepolisian Republik Indonesia, hingga saat ini telah menetapkan 265 tersangka pembakar lahan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti minggu lalu menyebut, para pelaku -yang sebagian adalah individu- sebagian berkasnya sudah lengkap atau P21.

Selain pelanggaran HAM berupa tidak adanya keterbukaan informasi, Kontras mencatat ada empat pelanggaran HAM lain yang dialami masyarakat, selama terjadinya bencana kebakaran hutan dan kabut asap.

Ini meliputi pelanggaran hak hidup, dengan catatan 19 orang tewas karena kabut asap, pelanggaran hak kebebasan bergerak dan beraktivitas, pelanggaran hak pendidikan, dan pelanggaran hak perlindungan masyarakat hukum adat yang tinggal di hutan.

Peneliti Kontras, Mulki Makmun menyebut status pelanggaran HAM ini, ‘sah’, karena pemerintah pernah menyebut 99% kebakaran hutan, terjadi karena ulah manusia.

“Karena ada unsur kesengajaan, maka bisa ditarik, telah terjadi pembiaran pemerintah. Kalau pemerintah bisa mencegah, maka tidak terjadi pelanggaran HAM ini sendiri,” sebut Mulki.

Selain merekomendasikan kepolisian agar segera melakukan upaya penuntutan pidana terhadap pelaku pembakar hutan, Kontras juga meminta masyarakat sipil di daerah agar lebih rajin menggunakan hak akses keterbukaan informasi publik.

“Pelaku pembakaran hutan harus diungkap dan dihukum. Jangan sampai, hujan yang telah turun sekarang, ikut menghapus praktik buruk yang sudah terjadi,” tuntas Mulki.

Temuan dan rekomendasi Kontras tersebut akan diserahkan kepada Menkopolhukam, Menteri lingkungan hidup dan kehutanan, serta Komisi nasional hak asasi manusia, dalam waktu dekat.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online