Harga Pangan Meroket Menjelang Ramadhan, Tradisi Buruk Terus Berulang

Harga Pangan Meroket Menjelang Ramadhan, Tradisi Buruk Terus Berulang

Detaktangsel.com, OPINI -- Kenaikan harga pangan menjelang bulan suci ramadhan mulai dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Mulai dari naiknya harga cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, telur dan daging ayam ras segar.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional sebagaimana dilansir katadata.co.id, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yang mencapai Rp 36.250 per kg.

Sementara itu, untuk rata-rata harga minyak goreng bermerek mencapai Rp 21.750 per kilogram pada Jumat (3/2). Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp 20.100 per kilogram. Tak hanya komoditas cabai dan minyak goreng bermerek, gula pasir kualitas premium juga mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional atau PIHPS rata-rata harga nasionalnya mencapai Rp 15.900 per kilogram.

Angka tersebut naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp 15.850 per kilogram. Menyikapi hal tersebut Wapres mengimbau agar hal ini dapat diantisipasi dengan baik sehingga harga yang beredar di pasaran nantinya tidak membenani masyarakat. “Biasanya memang menjelang Ramadan itu suka ada (harga bahan pokok) yang naik, tetapi jangan sampai naiknya itu melampaui kewajaran. Fenomena di bulan Ramadan seperti itu,” ucap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dalam keterangan persnya di Alila Hotel Solo, Jl. Slamet Riyadi No. 562, Jajar, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (01/03/2023) melalui berita yang ditayangkan sedneg.co.id.

Menurut Wapres fenomena kenaikan harga bahan pangan di bulan ramadhan ini hanya bersifat sementara, pihak pemerintah akan mengantisipasi agar tidak terjadi inflasi, melakukan pemantauan harga dan meminta masyarakat untuk tidak panik. Namun benarkah upaya antisipasi ini akan berhasil, mengingat kenaikan harga pangan seolah menjadi tradisi buruk setiap tahunnya. Selalu terjadi lonjakan harga menjelang ramadhan, hari-hari besar juga tahun baru. Fenomena ini sekaligus memunculkan pertanyaan mengapa kenaikan harga pangan terus berulang dan dimana upaya serius pemerintah dalam menangani fenomena ini?

Kita coba untuk merunut penyebabnya, pada tahun 2017 misalnya, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) kala itu mengungkapkan salah satu alasan kenaikan harga komoditas pangan menjelang Ramadhan karena meningkatnya belanja masyarakat, hukum permintaan dan penawaran, monopoli pasar atau penimbunan barang, kinerja pasokan yang terganggu dan gaya hidup masyarakat yang lebih konsumtif.

Dalam teori ekonomi kapitalisme, apabila permintaan naik maka harga pun akan naik sehingga meningkatnya belanja masyarakat akan berkolerasi dengan meroketnya harga-harga bahan kebutuhan. Di sisi lain kehidupan di era kapitalis “lumrah” mendidik masyarakat hidup bergaya lebih konsumtif, belanja terkadang bukan karena faktor kebutuhan tetapi lebih pada keinginan untuk barang non primer.

Sementara penimbunan barang terjadi karena adanya permainan pelaku pasar. Hal ini juga bukanlah barang langka dalam negara yang menganut system kapitalisme. Sistem ini memproduksi orang-orang yang bermental serakah, segala sesuatu dipandang dari unsur kemanfaatan, meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan dampak buruk atau banyak orang yang merugi, dan pasar dipandang sebagai lahan basah untuk meraup keuntungan tersebut.

Oleh karenanya kejadian yang berulang ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga pangan dan ketidakmampuannya menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan masyarakat. Semestinya negara jauh-jauh hari melakukan antisipasi dengan pengadaan barang sebelum Ramadhan agar jangan sampai terjadi kenaikan harga yang berulang setiap tahunnya. Disinilah keseriusan peran negara dipertanyakan dalam menjaga stabilitas harga, pengadaan bahan dan juga pendistribusian yang merata kepada masyarakat.

Peran Negara Dalam Sistem Islam di dalam Islam, negara merupakan pelayan rakyat. Islam mewajibkan negara bukan sekedar regulator tetapi mengharuskannya hadir secara penuh mengurusi seluruh kemaslahatan masyarakat. Negara akan mencurahkan segala upaya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat dan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan kecurangan.

Negara akan memperhatikan pengaturan berbagai aspek dalam upaya pemenuhan pangan dalam negerimenjamin tersedianya pangan dengan harga yang mudah dijangkau masyarakat melalui peningkatan dan inovasi penyediaan sumber pangan yang dibutuhkan. Negara akan mengupayakan produksi bahan pangan secara mandiri demi kepentingan pemenuhan kenutuhan rakyat.

Islam juga akan memastikan negara akan menjamin mekanisme pasar terlaksana dengan baik. Negara menjamin dan memberantas distorsi, seperti penimbunan, monopi dan penipuan. Menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi kepada seluruh warga untuk meminimalkan informasi hoaks yang dimanfaatkan pelaku pasar dalam mengambil keuntungan dengan jalan yang tidak dibenarkan.

Mekanisme ini akan terwujud jika negara mengadopsi pengaturan system ekonomi Islam yang merupakan bagian integral dari system Islam. Dengannya masyarakat mampu menyambut ramadhan dengan penuh keberkahan dan berfokus menjalankan ibadah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaannya. Wallahu’alam bi ash-showab.

Oleh: Puput Hariyani, S.Si (Bisnis Woman)

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online