Print this page

Kasus Kekerasan Seksual Anak Tinggi, Predikat KLA Minta Dicopot

 Ketua Umum Korps HMI Wati (Kohati) Pamulang Rosyana Novitasari Ketua Umum Korps HMI Wati (Kohati) Pamulang Rosyana Novitasari Rizki

detaktangsel.com PAMULANG-Tingginya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Tangsel dipertanyakan aktivis perempuan. Atas kondisi ini meminta untuk Kota Layak Anak (KLA) yang disanding Kota Tangsel diminta dikaji ulang.

Berdasarkan data Polres Tangsel dalam kurun waktu satu bulan (maret-april 2017) tercatat tujuh kasus pengaduan pelecehan seksual terhadap anak. Korban terdiri dari usia 6-17 tahun yang termasuk kedalam golongan anak dibawah umur yang seharusnya masih mendapat perlindungan dari orangtua, lingkungan termasuk pemerintah. "Kondisi ini justru berbalik dengan predikat kota layak anak di Tangsel," kata Ketua Umum Korps HMI Wati (Kohati) Pamulang Rosyana Novitasari pada Rabu (17/5/2017).

Menurutnya, KLA merupakan penghargaan yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak. Tak heran, jika Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017 mampu mendulang prestasi kembali dan memperoleh penghargaan Sindo Weekly Government Award 2017 dari majalah Sindo Weekly karena dinilai sebagai kota layak anak dan perempuan terbaik. Serta Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany meraih penghargaan Prahita Eka Praya (APE) dari Kementerian Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pada tahun 2014.

"Atas prestasi ini sudah sepantasnya jika Kota Tangsel dengan predikat Kota layak anaknya mampu berikan kenyamanan tumbuh kembang anak maupun sarana dan prasarana pengembangan potensi yang layak bagi anak. Tapi faktanya kasus kekerasan seksual masih tinggi. Bahkan di 2016 tercatat ada 167 kasus kekerasan seksual," ujarnya.

Oleh karena itu, sambung Rosyana jika memang Pemkot Tangerang Selatan tak mampu benahi permasalahan yang ada saat ini dan hanya menjadikan sederet penghargaan tersebut sebagai modal untuk pecitraan. Lebih baik PemKot Tangsel berkenan mencopot predikat Kota Layak Anak, karena berbagai prestasi atas penanganan kekerasan terhadap anak dan perempuan tak mampu memberikan perlindungan terhadap anak.

 "Alangkah lebih baiknya untuk benahi sarana dan prasarana guna pemenuhan hak anak, tumbuh kembang anak. Jangan sampai penghargaan tersebut hanya sekedar untuk mengejar penilaian tapi tidak ada langkah kongkrit yang diambil," terangnya.

Selain itu, kata dia, yang tidak kalah pentingnya adalah mempertanyakan dasar objektif Kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam memberikan penghargaan tersebut kepada Pemkot Tangsel, indikator apakah yang digunakan?. Kementerian negara harus bekerja secara profesional, dan oleh karenanya harus bisa mempertanggungjawabkan atas apa yang telah diputuskan. "Kami tidak diam, dan menuntut kementerian untuk menjelaskan kepada masyarakat Tangsel dan orang tua korban untuk mempertanyakakan predikat KLA," tandasnya.