Print this page

Menulis Kepemimpinan Airin

Penulis: Budi Usman Penulis: Budi Usman

detaktangsel.com OPINI - Menjelang Pilkada Tangsel Desember 2015, situasi politik di kawasan itu memanas. Terutama terkait dengan majunya kembali Airin Rahmi Diany. Yang menjadi pertanyaan apakah Airin tersebut berhasil atau gagal memimpin Tangsel?

Kinerja Airin

Kinerja Airin memang luar biasa. Hanya dalam waktu 3 tahun, Airin mampu merubah wajah Kota Tangsel menjadi kota modern yang ramah lingkungan dan ramah investasi. Di bawah kendalinya, kini Tangsel melesat menjadi kota mandiri dengan pertumbuhan ekonomi 8,7 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Senyum Airin pun mengembang ketika melihat indikator makro yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pelayanan masyarakat yang makin prima dan pembangunan infrastruktur pun makin meluas. Rakyat bisa merasakan denyut nadi perubahan Kota Tangsel untuk mencapai visinya menjadi kota yang Cerdas, Modern dan Relijius (C-MORE).

Data indek pembangunan manusia di Kota Tangsel juga terus mengalami peningkatan menjadi 78 persen setara dengan DKI Jakarta dan jauh meninggalkan indek pembangunan manusia Indonesia yang hanya 73 persen. Melihat pertumbuhan yang demikian signifikan, rasanya sangat wajar jika Airin bermimpi melihat Kota Tangsel menjadi "Smart City". Apalagi, kini banyak bermunculan perguruan tinggi-perguruan tinggi baru di Kota Tangsel.

Tak hanya itu, Airin pun rajin merenovasi gedung-gedung sekolah dari tingkat SD hingga SMA dan pemberian beasiswa bagi siswa yang berprestasi dan siswa yang kurang mampu. Keberhasilan program Airin dibidang pendidikan dapat dilihat dari menurunnya angka buta huruf dan meningkatnya angka rata-rata lama sekolah warga Kota Tangsel yang mencapai 10,99 persen. Meningkatnya angka rata-rata lama sekolah menunjukkan semakin tinggi jenjang pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh warga yang memiliki korelasi positif dengan kualitas warga Kota Tangsel dalam hal mengenyam pendidikan formal.

Herbert Feith dalam buku The Decline of Constitutional Democracy (Feith 1962), menjabarkan dua tipologi kepemimpinan dalam sejarah politik Indonesia, yakni solidarity maker dan tipe administrator. Tipe solidarity maker lebih mengedepankan strategi retorik guna mengumbar gelora dan penyatuan solidaritas dengan memainkan simbol-simbol identitas. Sedangkan administrator lebih mengedepankan kecakapan administratif guna kelancaran implimentasi visi dalam jejaring aparatur Negara.

Dua tipologi kepemimpinan politik tersebut terdapat dalam duet pemimpin Indonesia pertama Soekarno-Hatta. Soekarno merupakan personifikasi tipe solidarity maker dengan latar belakang aktivis, kepribadian yang menarik dan kemampuan retorika yang memukau. Sedangkan Hatta dengan kecakapan tehnis organisatoris mewakili tipe administrator. Dalam pandangan Feith, penyatuan dua tipologi itulah yang menjadi kunci sukses kepemimpinan dwi tunggal, baik pada era revolusi maupun demokrasi liberal. Tesis Feith tersebut, juga bisa digunakan dalam menganalisis sukses tidaknya kepemimpinan di berbagai daerah Indonesia, termasuk di Tangerang Selatan (web info-airin.com/artikel Subari).

Dari analisis inilah, kemudian Subairi menarik kesimpulan bahwa pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie layak menang dalam pemilihan kepala daerah nanti.Airin disebutkan sebagai sosok pemimpin tipe solidarity maker seperti yang melekat pada Soekarno. Apa dasarnya? Airin adalah aktivis sosial, ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Tangsel dan telah memprakasai berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dalam berbagai bidang, seperti pendirian Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Komunitas Masyarakat Gemar Membaca (Magma) yang sukses menggairahkan minat baca dan penghargaan nasional.

Selain itu, kata Subairi, alumni pasca sarjana Unpad tersebut juga dinilai memili kepribadian yang penuh empati dan cara penyampaian gagasan yang memukau. Perempuan punya peran dan tugas besar di rumah tangga. Perempuan, terutama sebagai ibu dalam rumah tangga dikenal multitasking, sanggup menjalani dan menyeimbangkan semua peran yang dijalankannya. Seorang ibu memastikan semua anggota keluarganya terpenuhi kebutuhannya, dan tumbuh serta berkembang lebih baik. Peran dan karakter ibu ini juga diaplikasikan Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany dalam memimpin Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Sedikit perempuan yang mampu menerapkan gaya kepemimpinan feminin. Kerap kali perempuan, bahkan seorang feminis pun yang menempati posisi teratas dalam kekuasaan, terjebak maskulinisme politik, gaya kepemimpinan maskulin. Alasannya sederhana, karena politik dan kekuasaan masih diklaim sebagai ranah maskulin.

Menurut Sonny Madjid bahwa proses politik sebagai pemimpin yang berkuasa, acapkali membuat perempuan dibenturkan dengan tidak adanya pilihan lain, mengikuti permainan dan masuk ke dalam pusarannya hingga dianggap sebagai suatu kelaziman. Nilai-nilai moral, etik dan kemanusiaan semakin jauh. Dalam proses pengambilan keputusan, terjebak dengan hanya mengedepankan rasio. Pengaruh para "pembisik" turut andil memperkuat sifat maskulinitas tersebut. Sementara sejak lahir, seorang perempuan, ekspetasi kesempurnaannya lebih tinggi dibandingkan laki-laki meliputi aspek sosial, budaya dan agama. Perempuan akhirnya lebih kuat memegang nilai-nilai dibandingkan laki-laki. Dengan pemimpin perempuan, ada harapan akan adanya perubahan dan gaya kepemimpinan yang lebih kuat. Diamnya seorang pemimpin perempuan yang menerapkan femininitas adalah cerminan keteguhan sikapnya. Diamnya bisa dimaknai dia sedang berbuat sesuatu, mempertahankan yang diyakininya benar.

Berpikir dan bertindak sebagai ibu

"Menjadi pemimpin perempuan bukan berarti tanpa kendala. Namun saya menjalankannya seperti ibu di rumah, hanya saja peran saya lebih besar karena memimpin rumah yang lebih luas. Layaknya ibu, jika ada anak yang mengeluh, tugas ibu mendengarkan dan membantunya. Saat ada demonstrasi, para demonstran ini layaknya anak yang sedang mengeluh kepada ibunya, dan harus didengarkan apa maunya," jelas Airin kepada Kompas , Jakarta beberapa waktu lalu. Ibu dari Ghifari Wardana (13) dan Ghefira Wardana (6) ini memimpin kota pemekaran dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dengan populasi hampir 1,3 juta jiwa. Dalam pandangan Airin, sama seperti tugas ibu di rumah, meski sudah berusaha memberikan yang terbaik, ibu tak bisa memuaskan semua orang. Karenanya, dalam menjalani peran sebagai Wali Kota, Airin tak lantas membebani dirinya dengan berbagai kebutuhan dan keinginan warganya. Sebaliknya, perempuan yang pernah berprofesi sebagai notaris ini justru lebih jeli memerhatikan kebutuhan kota dan warga yang dipimpinnya.

Dalam bincang-bincang bersama Harian Kompas dan Kompas.com, Airin mengutarakan berbagai program, baik yang direncanakan mau pun yang sudah diaplikasikan, dalam seratus hari kepemimpinannya. Layaknya ibu yang terbiasa berpikir kompleks dan selalu memerhatikan detil setiap kebutuhan keluarga, Airin merencanakan detil setiap ide dan rencana yang ingin diwujudkannya memajukan Kota Tangerang Selatan. Mulai masalah sampah dan pengolahannya, gaya hidup hijau dengan jalur sepeda dan car free day, isu infrastruktur, tata ruang kota, kawasan pemukiman, berbagai isu diperhitungkannya dengan detil dan terencana.

Airin mengaku tak memiliki latar belakang atau pengalaman di bidang politik. Namun ia memiliki mentor yang menguatkannya untuk berkiprah di panggung politik dan sukses meraih kursi kepemimpinan tertinggi di kota Tangerang Selatan. Menurut Airin, tak ada diskriminasi yang melemahkannya sebagai perempuan dalam berkiprah di ranah publik, bahkan untuk meraih tampuk kepemimpinan. Serupa seperti banyak perempuan yang berkiprah di ruang publik, tantangan terbesar yang dialaminya adalah lebih kepada pembagian waktu antara peran publik dan peran domestik. Kepemimpinan Airin yang menonjolkan peran ibu bagi warganya, justru membuatnya lebih peka untuk menyentuh kebutuhan banyak orang. Salah satu program yang digulirkannya terinspirasi dari peran ibu adalah "Gerakan Ibu Membaca untuk Anak". Program ini resmi diluncurkannya pada Hari Anak beberapa waktu yang lalu. "Gerakan ini mengajak para orangtua, terutama ibu, agar menyempatkan waktu membaca untuk anak jika ingin memiliki anak yang lebih peka terhadap sekitarnya.

Seiring dengan gerakan membaca, pemerintahan yang dipimpinnya juga menggalakkan perpustakaan keliling. "Saat ini ada 35 perpustakaan keliling di tujuh kecamatan. Perpustakaan keliling ini tak hanya menyediakan buku, namun juga audiovisual, selain juga pelatihan untuk para orang tua. Jadi saat anak membaca buku, orang tua juga mendapatkan manfaat dengan mengikuti pelatihan membuat kerajinan tangan," jelas Airin yang mendorong kemandirian ekonomi melalui usaha kecil menengah berbasis industri rumahan yang punya potensi besar di Tangerang Selatan.

Aspek akuntabilitas Tangerang selatan

Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany yang berduet dengan Benyamin Davnie ini juga mengingatkan kepada jajarannya, tidak hanya bekerja sekedar memenuhi rutininas, tetapi harus melakukan terobosan besar pada kinerja guna mengakselerasi capaian target-target pembangunan. Airin juga mengatakan, pejabat struktural adalah seorang pimpinan yang harus mampu menginspirasi lahirnya kreativitas dan inovasi. Pemimpin juga harus mampu mengubah pola pikir kaku menjadi lebih dinamis. "Bekerja prosedural, cermat, taat aturan dan dahulukan kepentingan publik".

Selalu menjaga kehormatan dan kekompakan serta bersikap jujur, profesional hingga dapat memupuk tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat. Karena, kelalaian ataupun kekeliruan sekecil apapun akan menjadi sasaran pengaduan publik. "Jabatan adalah amanah, Jaga amanah, wujudkan pelayanan yang mudah, cepat, tepat dan biaya sesuai aturan.

Harapan warga Tangsel

Aspek akuntabilitas mengisyaratkan supaya pelayanan publik lebih mengutamakan transparansi dan kesamaan akses setiap warga negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesamaan akses dalam pelayanan publik yang mereka butuhkan. Proses dan harga pelayanan publik juga harus transparan , dan didukung oleh kepastian prosedur serta waktu pelayanan.

Akuntabilitas birokrasi mengharuskan agar setiap tindakan yang dilakukan mesti dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang menjadi sumber mandat dan otoritas yang dimiliki, yakni warga masyarakat atau rakyat. Oleh karenanya, aparatur pemerintah harus mempunyai responsibilitas (rasa tanggung jawab internal) terhadap segala yang dilakukannya. Moral dan etika publik dipakai landasan setiap perilaku, berupaya mempertajam kepekaan sosial serta meningkatkan responsivitas (daya tanggap) terhadap aspirasi, kebutuhan dan tuntutan warga. Aspek responsivitas menghendaki agar pelayanan publik bisa memenuhi kepentingan masyarakat.

PENUTUP

Keberhasilan Airin membawa Kota Tangsel mewujudkan visinya menjadi Kota Cerdas, Modern dan Relijius patut mendapat appresiasi. Atas kerja kerasnya, kini Kota Tangsel mengalami kemajuan yang signifikan. Seperti pepatah ada gula ada semut, kini dengan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 8,7% maka sangat wajar jika Kota Tangsel menjadi kota tujuan urbanisasi tertinggi di Indonesia. Karenanya, Airin dan jajaran birokrasinya harus terus bekerja keras agar membanjirnya kaum urban ke Kota Tangsel dapat diantisipasi dengan baik sehingga dapat mengurangi dampak negative dan mampu memberikan dampak positif bagi pembangunan Kota tangsel.

Diakhir kata, tentu kami berharap agar selanjutnya, baik itu dalam manajemen transparansi kebijalan publik . Kinerja Pemkot Tangsel yang di gawangi Airin Rachmy Diany- Benyamin Davnie dapat benar-benar membuat arah kebijakan anggaran yang berpihak kepada pro masyarakat, utamanya pelayanan dasar masyarakat . Hal ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama, termasuk media, mengingat bahwa kekuasaan yang diemban pemerintah merupakan mandat yang bersumber dari rakyat, mereka dipercaya sebagai pelaksana untuk menjalankan roda organisasi pemerintahan semata bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, sang pemberi mandat, maka pada hakikatnya warga negara adalah pemegang kekuasaan dan kewenangan sejati.