Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual

DirekturLBH Tangerang, Rasyid Hidayat SH. DirekturLBH Tangerang, Rasyid Hidayat SH. Dokumen pribadi

Detaktangsel.com SERPONG-Belum lama ini telah terjadi kejahatan seksual di Kabupaten Tangerang yang dilakukan oleh seorang berinisial WS alias Babeh terhadap korban sebanyak 41 orang anak yang rata-rata berusia 10-15 tahun.

Modus kejahatannya mirip dengan kejahatan seksual yang pernah terjadi di Tangerang pada tahun 2010, pelakunya bernama Baekuni alias Babeh. Kejahatan seksual terhadap anak-anak di Indonesia saat ini sudah masuk tahap kritis atau darurat. Berdasarkan data yang dirilis oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), tanggal 21 Maret 2017, menunjukkan data yang mengkhawatirkan. 

Pada tahun 2015, ada 218 kasus yang dilaporkan. Selanjutnya, di 2016 ada 120 kasus, dan kemudian di 2017 ada 116 kasus (http://www.kpai.go.id). Diperkirakan tahun 2018 ini jumlahnya akan meningkat, karena pada awal tahun ini setidaknya sudah ada dua kasus yang terjadi (republika.co.id), demikian menurut Abdul Haris Semendawai, Ketua LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Kejahatan seksual adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan cara memaksa orang lain untuk melakukan kegiatan seksual, yang dapat berupa persetubuhan atau percabulan. Korban yang disasar oleh pelaku kejahatan seksual beragam.

Tidak harus berlainan jenis kelamin, tetapi juga dapat dilakukan terhadap sesama jenis. Sedangkan, ditinjau dari aspek usia, korban kejahatan seksual tidak hanya orang dewasa. Bahkan, anak-anak yang masih berusia tujuh tahun menjadi korban.

Kita harus lebih waspada dengan kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Kejahatan seksual terhadap anak-anak sekarang marak terjadi. Apalagi dengan adanya teknologi informasi, kejahatan seksual menjadi “lahan bisnis”. Gambar-gambar porno atau foto anak-anak di bawah umur diunggah (uploaded) melalui internet.

Hal ini dapat diketahui setelah beberapa waktu yang lalu terungkap adanya jaringan internasional Official Loli Candi’s Group sebagai kelompok terorganisasi yang sudah merambah ke Indonesia. Kejahatan seksual tumbuh subur melalui internet, sehingga disebut kejahatan siber (cybercrime), yang dilakukan dengan cara memberikan informasi, gambar atau foto melalui media sosial (medsos), seperti facebook atau twitter.

Dalam konteks ini, Official Loli Candi’s Group memiliki situs (site) atau laman (websites) yang dikelola oleh admin grup dengan mengunggah konten porno berupa foto atau video.
Bagi yang ingin mengunduh (download) membayar biaya, mencapai 15 dolar AS atau senilai dengan Rp200.000.

Kejahatan seksual terhadap anak-anak ini dalam referensi disebut dengan kejahatan pedofil (paedofilia) yang dilakukan oleh pelaku yang memiliki kelainan jiwa. Setidaknya, melakukan perilaku seksual yang menyimpang karena hasrat atau nafsu seksualnya hanya muncul terhadap anak-anak.

Hal ini dapat terjadi karena kejahatan pedofil, menurut psikolog, biasanya dilakukan oleh korban kejahatan pedofil. Seolah-olah ada semacam siklus kekerasan seksual. Anak-anak korban kekerasan seksual akan mengalami dampak fisik dan psikhologis yang berat. Dampak fisik, tergantung pada kejahatan seksual yang dilakukan. Jika dilakukan persetubuhan terhadap anak perempuan, maka pada alat kelamin (genital) akan terasa sakit, nyeri, dan luka atau setidaknya berwarna merah. Jika dilakukan sodomi, maka pada bagian dubur mengalami luka, terasa sakit dan nyeri.

Korban akan mengalami kesulitan ketika duduk atau berjalan. Dampak psikhologis, dapat berupa perasaan tegang (stress), trauma, cemas, takut, depresi, tidak percaya diri, dan bahkan marah dan dendam terhadap pelakunya.

Ditinjau dari aspek pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak, dapat ditelisik bahwa pelakunya dapat berada dalam lingkungan keluarga secara internal atau secara eksternal, di luar lingkungan keluarga. Kejahatan seksual dalam lingkungan keluarga dapat dilakukan oleh saudara kandung atau bahkan orang tua kandung terhadap anaknya. Kejahatan seksual ini, lazim disebut inses (incest). Seperti yang terjadi di Tangerang baru-baru ini, yang dilakukan oleh ayah kandung berinisial MJ (42) terhadap putrinya yang masih berusia 6 tahun (republika.co.id).

Sedangkan, kejahatan seksual di luar lingkungan keluarga sangat beragam. Pelaku dan tempat kejadian perkara dapat berada di lingkungan sekolah, yang dilakukan oleh tenaga pendidik atau pekerja kebersihan sekolah dan bahkan ada guru agama yang melakukan kejahatan seksual pada anak didiknya.

Dengan demikian, kejahatan seksual terhadap anak-anak dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kita harus waspada terhadap kejahatan seksual, karena anak-anak sangat rentan terhadap kekerasan seksual. Modus kejahatan seksual terhadap anak-anak sangat beragam bentuknya.

Seperti yang dilakukan Babeh yang merayu anak-anak dengan iming-iming, akan diajarkan ajian semar mesem dan ilmu kebal. Untuk itu, mereka disodomi dan harus menelan gotri (biji logam) sebagai syarat (detiknews.com).

Lindungi anak-anak dari kejahatan seksual atau kekerasan seksual. Kita jangan terlalu mengandalkan pihak lain. Predator seksual berkeliaran dan dapat terjadi dimanapun. Oleh sebab itu, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak-anak adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crimes). Pemerintah telah mengambil tindakan pencegahan dan penanggulangan melalui regulasi yang telah berulang kali diperbaiki.

Sudah sejak tahun 2002, Pemerintah RI telah memberlakukan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Setelah berlaku, ternyata UU Perlindungan Anak 23/2002 dirasakan kurang efektif, sehingga pada tahun 2014 dilakukan perubahan dengan menerbitkan UU Perlindungan Anak 35/2014. Perubahan yang mencolok adalah penambahan pasal-pasal berkenaan dengan ketentuan-ketentuan tentang larangan dan pidana.

Perubahan itu pun masih dirasakan kurang efektif, karena kasus-kasus kejahatan atau kekerasan seksual terhadap anak-anak bukan berkurang tetapi malah bertambah secara signifikan. Dalam kaitan ini, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlidungan Anak.

Perppu itu lebih menitikberatkan pada pemberatan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan atau kekerasan seksual terhadap anak-anak dengan memberikan tindakan berupa kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pemberatan sanksi pidana itu bertujuan untuk mencegah agar tidak melakukan kejahatan atau kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Perppu itu disetujui oleh DPR RI untuk menjadi UU sehingga diterbitkanlah UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu 1/2016 Menjadi UU. Pihak kepolisian menurut rencana akan mengenakan Pasal 82 UU Perlindungan Anak 35/2014 terhadap WS alias Babeh.

Tetapi, menurut hemat saya, Pasal 82 UU Perlindungan Anak 35/2014 sudah diubah oleh UU Perlindungan Anak 17/20016 jo. Perppu 1/2016 dengan sanksi pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp. 15 miliar, bagi yang melanggar Pasal 76E UU Perlindungan Anak 35/2014, yaitu: setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Penulis:

Direktur LBH Tangerang

Rasyid Hidayat SH

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online