ANCAKAN (Antara Tradisi dan Spiritualitas Budaya)

ANCAKAN (Antara Tradisi dan Spiritualitas Budaya)

Detaktangsel.com, OPINI -- Masyarakat Tangsel yang merupakan sebuah 'melting pot' kebudayayan beragam etnis tentu memiliki ciri khas dalam mempertahankan nilai-nilai luhur budaya nenek moyangnya. Mulai dari  festival2 kebudayaan hingga seminar dan Talk Show budaya terus digiat demi menjaga dan melestarikan budaya leluhurnya agar tak tergerus modernisasi kota yang terus bergerak maju.

'Ancakan' atau masyarakat Sunda dan Jawa menyebutnya dengan 'Bancakan' adalah salah satu warisan tradisi budaya lokal masyarakat Betawi Pinggiran yang kerap dilaksanakan oleh orang2 tua dahulu untuk memenuhi hajat tertentu. Ancakan merupakan tradisi  yang berhubungan dengan ‘keselamatan’ dalam konsep hidup masyarakat Betawi. Hampir setiap peristiwa dalam masyarakat Betawi tempo dulu selalu dipenuhi dengan ritual ancakan ini. Mulai dari kehamilan, kelahiran, kematian atau bahkan hal-hal lain yang berhubungan dengan supranatural, Ancakan merupakan sebuah kelaziman di dalamnya.

Secara esensi, di luar yang bersifat spiritual (batiniah), ancakan sendiri mengemban pesan penting dalam hubungan kemasyarakatan. Keselarasan dan harmoni menjadi dasar utama setiap laku yang diwujudkan itu. Ancakan memang satu fungsi utamanya adalah untuk menunjukkan rasa syukur (doa) kepada Yang Maha Kuasa.

Kata Ancakan sendiri berasal dari tempat tumpeng pungkur yang dibuat dari anyaman bambu secara renggang. Anyaman semacam ini disebut ancak. Perkembangan selanjutnya berubah menjadi kata bancak (Suwardi, 1998: 169).

Dalam tradisi Betawi, ancakan dikenal sebagai simbol rasa syukur kepada nenek moyang dan Tuhan sebagai pencipta dengan cara-cara membagi-bagikan makanan kepada tetangga, sahabat, dan handai taulan.

Sementata ensiklopedi Sunda, bancakan atau babacakan didefenisikan sebagai nama hidangan makanan yang diwadahi nyiru (niru), dengan tilam dan tutup daun pisang, disajikan untuk dimakan bersama pada slametan atau syukuran.

Macam-macam makanan yang dihidangkan lazimnya nasi congcor atau tumpeng beserta lauk-pauknya antara lain urab sebagai sesuatu yang khas dalam hidangan slametan. Tidak disediakan piring, para hadirin makan dengan memakai daun pisang sebagai alasnya. Makan bancakan dimulai setelah pembacaan doa selesai, setiap orang langsung mengambil dari nyiru nasi beserta lauk-pauknya (Rosidi, 2000).

Namun sayang arus modernisasi jaman pelan-pelan mulai meninggalkan warisan tradisi leluhur yang sarat akan nilai2 spiritualitas ini. Masyarakat lebih memilih prosesi yang lebih praktis demi menghindari hal2 yang menurutnya bertentangan dengan ketetapan syar'i. Hal ini disebabkan ancakan digunakan oleh sebagian orang untuk berhubungan dengan hal2 pemanggilan roh leluhur dan beragam kepentingan metafisik lainnya...

Wallahu a'lam bishawab
Semoga Manfaat

Padepokan Roemah Boemi
07 September 2022

Oleh: Agam Pamungkas Lubah

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online