Pada 2020 Pilkada Serentak Harus Terkoneksi UU Otoda

Siti Zuhro Siti Zuhro

detaktangsel.com- JAKARTA, Pemilukada serentak yang digelar pada 2020 harus berkaitan dengan UU Otonomi Daerah. Sehingga permasalahan daerah bisa menjadi sinergi. "Saya agak ragu, karena pelaksanaan secara bersamaan ini sangat berat, dan ngos-ngosan. Masalahnya, pemilukada yang ada saat ini ternyata 90% tidak bisa memilih pemimpin yang baik," kata pengamat politik LIPI, Siti Zuhro dalam diskusi "RUU Pilkada" bersama Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar Sudarsa dan Dirjen Otoda Kemendagri, Prof Djohermansyah di Jakarta, Selasa, (4/02/2014).

Guru Besar riset LIPI ini memberikan contoh, bagaimana ketidakkonsistenan pemerintah terkait pelaksanaan pilkada. "Yang terjadi saat ini, kebingungan pemerintah terhadap mekanisme pemilihan seperti apa yang harus dilakukan. Karena pilkada yang ada saat ini, 90% tak menghasillan pemimpin baik," tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Wiwik-panggilan akrabnya, jangan lagi pilkada itu terpisah dengan otonomi daerah. Karena intinya itu bagaimana mengembalikan marwah asas presidensial. "Jadi RUU Pilkada harusnya konek dengan UU Otoda, biarlah itu menjadi kewenangan daerah," ujarnya seraya menyarankan agar pemilukada serentak ini tidak menghilangkan nilai-nilai kedaerahan. "Keragaman nilai-nilai daerah harus dipakai"

Sementara Dirjen Otoda Kemendagri, Djohermansyah mengakui ada tiga RUU yang berkaitan langsung, yakni RUU Pemda, RUU Pilkada dan RUU Desa. "RUU Desa sudah menjadi UU, tinggal dua RUU yang belum. Saya melihat RUU Pemda ini menjadi "babon" atau induk dari ketiganya," terangnya.

Namun, kata Djo-sapaan akrabnya, pembahasan RUU Pemilukada ini belum pindah ke soal lain, masih berkutat pada mekanisme pemilihan. "Apakah akan dilakukan secara langsung atau tidak. Tapi yang jelas ada kemajuan, soal pemilukada serentak baik di pilleg dan pilpres, termasuk pemilukada," tuturnya.

Hanya saja, lanjut Djo, soal seperti apa pelaksanaan pemilukada serentak ini masih terganjal di mekanisme pemilihan. "Apakah pada pemilihan gubernurnya yang langsung, lalu bupatinya dipilih DPRD. Ini belum ada kesepakatan. Saran saya, jangan ada belang-belang. Seragamkan semuanya, jangan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung," ungkapnya.

Menyinggung kapan tepatnya pilkada serentak dilaksanakan, Djo menyarankan sebaikanya melalui transisi dulu. Karena berdasarkan catatannya, pilkada serentak tahap pertama, dilakukan pada 2015. Pada tahap ini, ada sekitar 303 daerah melakukannya.

Kemudian, lanjutnya, pilkada serentak tahap kedua, terjadi 2018, dimana ada sekitar 285 daerah melaksanakannya. Sisanya pada 2019, ada 51 daerah yang menggelar pilkada itu.

Menurut Djo, kalau sudah total melaksanakan secara serempak pada 2020, maka daerah yang melaksanakanya itu menjadi 539 daerah. "Artinya, ada jeda satu tahun setelah pelaksanaan pilpres/pilleg, sehingga masyarakat bisa melakukan konsolidasi," pungkasnya. **cea

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online