Print this page

Pesta Demokrasi Telah Dimulai

Pesta Demokrasi Telah Dimulai

detaktangsel.com- EDITORIAL, Kampanye pemilihan umum calon anggota legislatif (Pileg) 2014 secara resmi digelar, Sabtu (15/3). Pembukaan pesta demokrasi ini diawali dengan karnaval atau pawai mobil hias masing-masing partai politik (parpol) peserta pemilu.

 

Pileg kali ini sangat menarik. Ada kesepataan antara caleg, parpol, masyarakat, aparat keamanan, dan penyelenggara pemilu (KPU) maupun pengawas pemilu (Bawaslu) untuk menciptakan pemilu damai. Juga jujur dan adil.

Sepanjang Sabtu, kemarin, jalanan protokol di berbagai daerah, terutama wilayah Tangerang berkibar bendera dan atribut partai, alat peraga kampanye caleg, dan bendera Merah Putih. Ini menunjukkan geliat pesta demokrasi mulai memasuki pertarungan babak kualifikasi menghadapi pemilu calon presiden (Pilpres).

Lebih menarik lagi, niat berbagai pihak untuk menekan angkah golput menjadi target. Sungguh usaha sangat berat. Tidak bisa hanya dihitung secara matimatika, melainkan pula perkiraan keadaan berdasarkan asumsi bahwa ada kekhawatiran angka golput meroket.

Fenomena golput selalu menjadi pembicaraan hangat berbarengan dengan penyelenggaraan pesta demokrasi. Seolah golput menjadi batu kerikil bagi proses demokratisasi di negeri ini. Anggap sementara golput sebagai tindakan melawan konstitusi. Golput dinilai sebagai golongan tidak bertanggung jawab secara politis maupun moral.

Apa ya? Sangat gegabah siapa pun menilai golput sedemikian rupa. Siapa pun memilih golput adalah keputusan politis. Tidak terkait langgar konstitusi, amoral, dan antipartai politik atau apalah namanya.

Kebanyakan golput bukan warga sembarangan. Justru rata-rata golput merupakan warga yang mempunyai pemikiran yang cerdas, intelektual, jerih, dan memahami konstelasi politik nasional.

Kebanyakan golput sangat memahami apa arti demokrasi. Persoalannya, siapa pun menjadi golput ada alasan tertentu secara politis. Bisa juga akibat petugas terkait tidak mendaftarkannya sebagai calon pemilih. Salah siapa?

Apakah Arief Budiman, Sri Bintang Pamungkas atau Fajroel Rahman, yang sempat mendeklarasikan diri sebagai golput termasuk buta politik, buta demokrasi, amoral atau bukan golongan intelektual? Semua pihak harus menyadari. Tidak sertamerta mencap golput sebagai musuh.

Seperti halnya jangan suka mengafirkan seseorang. Padahal belum tentu seseorang itu kafir. Atau sebaliknya diri kita yang kafir politik.

Bekerjalah, bekerjalah, bekerjalah KPU, Panwaslu, dan aparat keamanan sesuai penugasan masing-masing. Tidak perlu membahas golput membabi buta. Hargai golput sebagaimana mestinya. Golput pun tidak akan menghalang-halangi kinerja Anda.

Sungguh aneh saben penyelenggaraan pemilu, golput selalu diperbincangkan. Sebaliknya saben pemilu kok enggak pernah diperbincangkan sanksi hukum terhadap caleg maupun parpol peserta pemilu yang melakukan pelanggaran.

Kalau mau dinilai berkeadilan, seharusnya KPU, Panwaslu, dan aparat keamanan satu persepsi menyikapi pelanggaran yang dilakukan caleg dan parpol. Jangan sampai perilaku KPU dan Panwaslu yang tidak tegas penyebab golput makin eksis sekaligus membumi.

Semestinya banyak pelanggaran yang dilakukan caleg dan parpol ketika memasang alat peraga kampanye. Namun, pihak terkait mendiamkan tanpa tindakan tegas sama sekali.

Jangan-jangan, bisa jadi, ada oknum di KPU dan Panwaslu punyai hubungan batin dengan pelanggar peraturan. Sehingga oknum bersangkutkan segan untuk mengambil keputusan untuk menindak. Kalau memang terbukti ada permaian di balik permainan ini lantas kenapa golput selalu dijadikan sasaran tembak.

Ternyata memang paling mudah kita mencari kambing hitam. Juga semudah membalikkan telapak tangan, kita mencari kesalahan pihak lain.

Sementara diri kita paling benar. Ibarat peribahasa mengatakan, kuman di seberang lautan tampak jelas. Sedangkan gajah di kelopak mata tidak tampak.

Saat ini, genderang perang pemilu sudah ditabuh. KPU dam Panwaslu bekerja sama dengan aparat keamanan bekerja sesuai fungsi dan tugas masing-masing. Tunjukkan kinerja yang benar, bukan mencari-cari kesalahan orang lain yang nota bene keputusannya salah secara hukum negara.(red)