Print this page

Budayawan Betawi Sebut Hoax Dapat Memecah Belah Persatuan Bangsa

Ridwan Saidi (kiri) saat diskusi kebudayaan di Pisangan, Ciputat. Ridwan Saidi (kiri) saat diskusi kebudayaan di Pisangan, Ciputat.

Detaktangsel.com CIPUTAT--Tokoh budayawan Betawi, Ridwan Saidi, mengaku prihatin dengan maraknya penyebaran informasi hoax melalui wadah media sosial. Karena, penyebaran hoax yang secara masif terjadi setiap hari ini, dinilai akan mengancam persatuan. Terlebih dalam waktu dekat, bangsa ini akan menghadapi tahun-tahun politik. 

Ridwan Saidi mengatakan, jika kondisi demikian dibiarkan terus berlarut, maka dapat membenturkan antar kelompok masyarakat, baik itu dari Ras, Suku, maupun Agama yang berbeda satu sama lain.

"Sekarang ini semua berita-berita bohong, atau Hoax itu makin vulgar, saling serang antar kelompok. Kalau hanya mengandalkan penegakan hukum mau sampai kapan habisnya, karena hoax itu juga terkadang ikut disebarluaskan oleh orang-orang yang tak paham dengan kabar itu sebenarnya," katanya saat berlangsungnya diskusi kebudayaan di kawasan Pisangan, Ciputat Timur, Sabtu (17/3/2018).

Ridwan Saidi jelaskan, Indonesia dianugerahi oleh sang pencipta keanekaragaman budaya. Kenyataan itu, jika dipahami dan dihayati akan melahirkan cara berfikir dan bertingkah laku yang berkesesuaian sebagaimana dicetuskan dalam falsafah Kebhinekaan.

"Tiap daerah punya budaya masing-masing, punya cara tersendiri dalam menyelesaikan suatu perbedaan. Kalau kultur itu terus dipelihara, tertanam kuat, maka nggak mungkin hoax itu bisa memprovokasi, nggak laku. Tinggal instrumen dari negara juga terlibat, hadir disitu. Jadi yang utama adalah, bagaimana menghadirkan nilai kebudayaan itu sendiri di tengah-tengah kita," imbuhnya.

Masih kata dia, keinginan untuk menjaga iklim pesta demokrasi melalui nilai kebudayaan itu juga mesti dipraktekkan oleh para kandidat yang bertarung. Pasalnya, kebanyakan figur yang tampil hanya berkutat pada visi-misi yang jamak, seperti tentang ekonomi, pendidikan, kesehatan, namun melupakan dimensi kebudayaan yang ada.

"Kadang kandidat-kandidatnya baru pakai blangkon, baju batik, sarung dan kopiah, saat datang ke TPS saja, formalitas, itu pun 5 tahun sekali. Jadi tidak menghayati betul makna kebudyaan kita seperti apa, harusnya dipahami dan dipraktekkan," tandasnya.

Baca Juga : Airin Ingatkan Berita Hoax di Media Sosial