Print this page

Perselingkuhan Politik (Bagian I)

Perselingkuhan Politik (Bagian I)

detak.co.id- SEKETIKA, KEMENANGAN hari ini bukanlah berarti kemenangan esok hari.


Kegagalan hari ini bukanlah berarti kegagalan esok hari.
Hidup adalah perjuangan tanpa henti-henti.
Usah kau menangisi hari kemarin.

Tak ada yang jatuh ke langit dengan cuma-cuma.

Semua usaha dan doa.
Kebenaran saat ini bukanlah berarti kebenaran saat nanti.

Kebenaran bukanlah kenyataan hidup ................


Sepenggal syair lagu Hidup Adalah Perjuangan ini yang dilantunkan Once dari grup Dewa penuh makna sangat dalam. Seperti diungkapkan mantan Rektor Sekolah Tinggi Publisistik AM Hoeta Soehoet menyoal konsepsi hidup. Meski hidup hanya sebagai penjual sayur, penarik becak atau pemulung asal menjalani hidup dan kehidupan penuh kebahagiaan. Buat apa jadi direktur atau konglomerat, tapi menjalani hidup dan kehidupan tidak bahagia.

Tak semua manusia, termasuk diriku, mampu memaknai lagu ini sepenuh hati. Entah kenapa aku suka banget lagu ini. Apalagi diriku sedang berbunga-bunga dan kasmaran ama Yanti, kawan sekampus.

Selesai salat Magrib, aku sibuk mencari busana yang pas ketika bertatap muka dengan Yanti. Pokoknya aku ingin tampil menawan agar menarik perhatian si Doi.

"Berilah senyum harapan pada diriku, sayang."

Aku sangat PD (percaya diri) bakal disambut hangat Yanti. Sesampai di depan rumah, ternyata tampak Yanti sendirian sedang duduk di teras. Begitu melihatku, dia langsung berdiri dan mengumbar senyum manis.

"Hei Man, masuk."

Tanpa pikir panjang, langkahku makin mantap. "Asalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Aku manfaatkan pertemuan ini. Sambil menunggu caleg datang, aku ngobrol ngalur ngidul. Yang penting, kesempatan menatap Yanti enggak sia-sia dan enggak ada gangguan.

Selang setengah jam, tamu yang ditunggu datang. Dikawal empat orang body guard, calon wakil rakyat berjalan tegak. Seolah takut kalo ada yang menikam dari belakang, sehingga dia merasa butuh pengawalan ekstraketat.

Begitu diperkenalkan, aku kaget melihat sosok calon wakil rakyat itu. Aku merasa enggak asing. Namun, dia enggak mengenalku sama sekali.

"Anton, ya. Aku, Arman, Ton."

"Arman, mana ya."

"Teman main semasa bocah dulu di Rawa Lindung, Pondok Cabe Udik."

Anton emang lupa, atau pura-pura lupa setelah jadi caleg atau emang tidak mau kenal lagi. Kesan itu tampak dari gelagat dan perubahan sikap maupun raut mukanya.

"Masa bodohlah. Kalau emang dia udah enggak mau kenal. Emang gue pikirin."

Yanti yang menyaksikan pertemuan itu langsung menengahi. Si Doi memperkenalkan caleg itu kepadaku.

"Man, ini caleg yang kumaksud. Namanya Anton Panji Putra. Ton, ini Arman yang sering kubicarakan ama kamu."

Aku sambut uluran tangannya setengah hati. Ternyata Anton benar-benar lupa diri.

Aku makin enggak konsentrasi mendengar celoteh dia. Pandangan justru fokus ke Yanti.

Anton Panji Putra, caleg nomor satu dapil Pamulang Timur. Begitu Anton memulai pidatonya. Dan selanjutnya, bla-bla.......

Ujung-ujunganya minta dukungan agar bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Aku ngedumel dalam hati.

"Mau enaknya aja, kamu!"

"Dasar, maling kelas coro. Huuu.....bisanya minta melulu."

Sejumlah anak muda pun nyatakan siap memenangkan Anton asal satu suara dibayar cepek ceng dan memperhatikan kondisi sosial kawasan Gang Pinang dan Lamtoro, terutama pembangunan jalan yang rusak.

"Boleh-boleh, siap. Jaminannya apa dukungan kamu sekalian," pinta Anton.

"Iris nih kuping saya kalo bos enggak menang di Gang Pinang dan Lamtoro. Apa pakai teken kontrak, Pak Bos!"

Bak gayung bersambut. Tantangan dan permintaan kelompok anak muda diamini. Anton pun memerintahkan salah seorang body guard-nya menghitung jumlah anak muda yang hadir.

"Nih, saya kasih uang muka dulu sebesar Rp2 juta. Kalo butuh apa-apa beritahu saya. Apalagi kalo ada warga enggak mampu berobat, jangan segan-segan hubungi saya."

Aku makin heran Anton secepat ini memiliki modal politik. Padahal dulu, Anton senin kemis kondisi perekonomiannya. Ibarat mau beli rokok sebatang, dia enggak mampu.

Benar yang dilantunkan Dewa lewat lagu Hidup Adalah Perjuangan. Bila diubah syair itu bisa jadi begini Hidup miskin hari ini bukanlah berarti miskin esok hari. Kegagalan hari ini bukanlah berarti kegagalan esok hari.

"Enggak disangka Anton jadi tajir sekarang. Bisnis apa ya bisa kaya secepat Anton."

Di akhir pertemuan Anton titip salam buat warga yang enggak bisa hadiri dialog satu babak ini. Lain waktu bisa disambung lagi di tempat yang berbeda.

"Sarwani, tolong agendakan pertemuan berikutnya. Jangan lupa kumpulin warga Gang Pinang dan Lamtoro lainnya untuk hadiri pertemuan."

"Oke, Pak Bos!"

Empat orang body guard langsung berdiri tegak damping Anton yang salaman dengan massa pendukungnya. Dengan potongan cepak dan pakaian seragam warna hitam, keempat pengawal itu mengapit Anton hingga memasuki pintu mobil Alphard.

"Yan, elu kenal Anton di mana."

"Bokap yang ngenalin. Anton rekan bisnis Bokap. Usahanya memasok ikan asin."

"Oooh........"