Sekelompok Pengungsi Rohingya Telah Menolak Untuk Dipulangkan Ke Myanmar

(Foto: BBC/Tribun) Ilustrasi: Shintya/dt (Foto: BBC/Tribun) Ilustrasi: Shintya/dt

Detaktangsel.com, DUNIA -- Pengungsi orang-orang Rohingya yang sekarang tinggal di Bangladesh ditekankan untuk segera kembali ke Myanmar dalam masa percobaan skema repatriasi. Mereka menolak jika tidak akan diberi hak kewarganegaraan secara penuh.

Myanmar dan Bangladesh saat ini sedang berusaha untuk yang ketiga kalinya guna memulai proses repatriasi para pengungsi Rohingya agar segera kembali ke Myanmar.

Skema yang menuai kontroversi itu menawarkan uang kepada para pengungsi yang tinggal di Bangladesh sebesar US$2.000, setara dengan Rp30 juta, per keluarga agar kembali ke Myanmar.

Sebanyak 800.000 Rohingya, sebagian besar merupakan penganut Islam, mereka kabur dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh setelah usai operasi militer pada 2017. Mayoritas dari masyarakatnya Myanmar beragama Buddha, yang kini sedang diselidiki atas adanya dugaan genosida oleh pengadilan internasional PBB.

Pada awal bulan Mei. Hanif, yang bukan nama aslinya. diajak untuk mengikuti tur fasilitas perumahan di Nagpura, sebuah daerah di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Bukan dari berbagai fasilitas yang berada di Myanmar yang telah membuat Hanif merasa kurang yakin.

Kesepakatan pada repatriasi pertama kali telah ditandatangani oleh perwakilan dari Bangladesh dan Myanmar pada 2017, akan tetapi dua dari usaha guna mengirim para pengungsi untuk kembali ke Myanmar kini telah gagal karena mereka menolak jika tidak diberikan hak kewarganegaraan secara penuh.

Biasanya pihak Lembaga PBB mengatur skema repatriasi. Tetapi dalam kasus ini, skema tersebut dijalankan secara independen oleh Myanmar dan Bangladesh.

Hanif telah mengatakan kepada pemerintah Bangladesh bahwa sudah menekan kepada kelompoknya setelah kembali dari tur fasilitas di Myanmar supaya menandatangani skema repatriasi.

Sultan, yang bukan nama aslinya. Sudah bertemu dengan pihak delegasi Myanmar dari dua bulan lalu di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Keluarga Sultan berasal dari desa dekat dengan Maungdaw di Negara Bagian Rakhine. Keluarganya dulu telah memiliki tanah serta properti yang ada di sana tetapi tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada tanah milik mereka sejak mereka semua telah kabur. Ia bahkan tidak memiliki dokumen yang akan membuktikan bahwa ia berasal dari Myanmar.

Sultan telah mengatakan bahwa orang-orang seperti dirinya lah, yang namanya masuk dalam daftar, sedang diawasi di Bangladesh. BBC belum bisa memverifikasi klaim Sultan.

Ada rasa takut serta rasa penasaran di kamp Cox’s Bazar, karena untuk hidup di daerah itu cukup keras.

PBB kini telah berhenti untuk mengirim bantuan pangan, karena untuk kampanye pembiayaan baru menerima seperempat dari dana yang mereka butuhkan.

Kelompok pengungsi Rohingya, telah melakukan unjuk rasa pada awal bulan Juni. Mereka sudah mendesak agar segera diberikan repatriasi, tapi dengan adanya syarat untuk mereka yang menerima kewarganegaraan secara penuh.

Anura Begam, telah memiliki banyaknya enam anak dan ia kesulitan untuk menghidupi mereka semua. Ia kini tiba di kamp pengungsi tersebut pada Agustus 2017 dan suaminya kini tidak memiliki pekerjaan tetap.

Anura kini sedang mempertimbangkan jika ingin kembali ke Myanmar, ia tidak melihat bahwa ada masa depan di Bangladesh. Junta militer yang sekarang sudah berkuasa di Myanmar hingga sampai saat ini belum menjelaskan bahwa adanya cakupan pada program repatriasi untuk orang-orang Rohingya.

Editor BBC Burma, Soe Win Than, telah mengatakan junta militer untuk menolak menggunakan istilah Rohingya. Kekuasaan militer telah menyebut bahwa para korban dari Topan Mocha yang sudah menghancurkan serta menembus daerah Rakhine barat baru-baru ini sebagai 'Bengali'.

Itu adalah umpatan rasial, yang telah menyebut orang Rohingya sebagai warga yang berasal dari Bangladesh dan tidak dari bagian Myanmar.

Telah diperkirakan dari setengah juta orang Rohingya kini masih tinggal di kamp untuk pengungsi di Negara Bagian Rakhine. Aktivis Rohingya berbasis di Jerman, Nay San Lwin, yang masih skeptis terkait skema repatriasi.

Hingga kini masih belum jelas siapa yang telah menyediakan uang tersebut. Lwin mengatakan bahwa sebenarnya itu hanya akan menarik sekelompok kecil orang Rohingya.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online