KOHATI Cabang Ciputat Kutuk Aksi Pelecahan Seksual

KOHATI Cabang Ciputat Kutuk Aksi Pelecahan Seksual

detaktangsel.com TANGSEL- Ada yang beda dengan pemandangan di depan gedung DPR RI siang kemarin, saat tanggal menunjukan angka ke-10 bulan September tahun 2015. Sekelompok mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Lingkar Studi Ciputat (LSC) berunjukrasa atas ketidakpuasan mereka terhadap kinerja Jokowi-JK.

Mereka bergerak atas tudingan bahwa kondisi ekonomi Indonesia yang memprihatinkan adalah akibat kepemimpinan Jokowi-JK yang lemah. Mereka mengilustrasikan kelemahan Jokowi-JK dengan mengenakan foto Jokowi-JK di wajahnya dan menggunakan Bra di dadanya.

Sejatinya, unjukrasa merupakan wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan kritik dan saran atas kinerja pemerintah. Unjukrasa memiliki payung hukum yang jelas, yakni Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Secara empirik, massa unjukrasa selalu dimobilisasi oleh mahasiswa. Mereka adalah elemen masyarakat yang terpelajar dan memiliki tanggung jawab menjaga stabilitas nasional.

Sayangnya, terkadang mahasiswa terjebak di dalam jurang ilusi strawbery. Yakni sifat ingin eksis sendiri. Darah muda yang mengalir bersama jas almamaternya menjadikan dirinya lupa etika. Bagi mereka, bagaimanapun caranya ia harus menjadi sorotan publik. Tanpa harus mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Sehingga unjukrasa sebagai wadah kebebasan berekspresi kerap dilakukan dengan cara-cara yang tidak etis (menghindari penyebutan kata tidak senonoh).

IMG-20150912-WA0000

Bukti nyatanya ialah unjukrasa LSC di atas. Mereka menyuarakan kritiknya dengan ilustrasi yang sarat dengan pelecehan seksual. Mereka membentuk sebuah silogisme, yakni "siapapun yang menggunakan Bra itu lemah.

Jika Jokowi-JK menggunakan Bra, maka Jokowi-JK itu lemah". LSC menjadikan Bra sebagai simbol kelemahan. Sementara Bra merupakan kebutuhan dasar wanita. Seolah-olah mereka membangun paradigma bahwa wanita itu lemah. Tentu ini adalah aksi pelecehan seksual terhadap wanita.

Tanpa babibu, Annalia Bahar selaku aktivis gender mengutuk hal ini. "Saya merasa ada yang salah dari cara mereka mengekspresikan gagasan. Simbol yang mereka gunakan melukai nilai-nilai kesetaraan gender. Jika mereka berfikir bahwa wanita itu lemah. Maka saya ajukan pertanyaan sederhana kepada mereka. Apakah mereka tidak mengakui bahwa ibu mereka itu wanita ? Apakah Ibu yang lemah bisa melahirkan mereka ke dunia ?" Ujar Annalia Bahar yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Korp HMIwati (KOHATI) Cabang Ciputat. Pernyataan itu ia sampaikan dengan nada tegas dan mata yang tajam.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online