Dugaan Pencaplokan Tanah Warga oleh Pengembang, Pengamat : Konsep Restorativ Justice Paling Tepat

Dugaan Pencaplokan Tanah Warga oleh Pengembang, Pengamat : Konsep Restorativ Justice Paling Tepat

detaktangsel.com, TANGSEL - Dugaan adanya penyerobotan tanah seluas 6000 meter persegi yang menimpa seorang pensiunan guru di Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat Timur.

Seiring dengan hal tersebut berbagai asumsi dan pendapat masyarakat luas terus bergulir, masukan serta dukungan terhadap nenek Siti Hadidjah terus masuk kepada pihak keluarga melalui Kuasa Hukum agar terus membantu sang nenek dalam berjuang untuk mencari keadilan yang hakiki.

"Banyak sudah masyarakat kecil yang terdzolimi oleh tindakan oknum dari pihak Pengembang besar tersebut. Hak-hak mereka dikebiri dan tak berdaya kala pengembang besar tersebut melakukan aktifitas penguasaan fisik," kata Erwin Kuasa Hukum Ibu Siti Hadidjah kepada Jurnalis detaktangsel.com, Selasa (1/2/2022).

"Tanah-tanah adat milik warga yang sudah masuk ijin lokasi mereka, meskipun belum di transaksikan oleh pemiliknya, namun mereka sudah menguasai fisiknya dan surat-surat sebagai bukti kepemilikan yang dipegang dan dimiliki masyarakat seakan tak berarti lagi. Karena saat akan diurus atau akan di transaksikan dengan pihak lain, Nomor Induk Bidangnya (NIB) sudah di miliki oleh para spekulan yang dipasang oleh pengembang besar," tambahnya.

Erwin juga mengatakan, dirinya bersama tim kuasa hukum ibu Siti Hadidjah lainnya sangat mengapresiasi jawaban surat yang kami layangkan kepada Camat Ciputat tentang permintaan penjelasan status hukum tanah Klien kami.

Dalam surat jawaban yang di terangkan oleh Camat Ciputat, Kota Tangerang Selatan tanggal 01 Desember 2021, di jelaskan bahwa AJB No.590/1142/JB/KEC.CPT 1987 milik klien kami masih tercatat dan teregistrasi di buku arsip Kecamatan Ciputat.

"Kami menilai Camat Ciputat sudah sangat obyektif dalam melihat dan menilai persoalan yang tengah terjadi. Camat sudah sangat tepat menjalankan tupoksinya sebagai Pelayanan masyarakat, yang harus melindungi dan mengayomi warganya" ucapnya.

Ia menambahkan, Jadi kalau pihak Pemerintah mulai dari Lurah, Camat dan Kantor Agraria (ATR/BPN) menjalankan fungsinya dengan baik sebagai Pelayan Masyarakat, seharusnya mereka membuka ruang Keterbukaan Informasi Publik, seperti yang di lakukan oleh Camat Ciputat.

Pasti persoalan ini akan segera clear dan selesai. Saya juga kagum dengan keberanian pak Menteri ATR/BPN yang mengakui ada kelemahan di institusinya. Dalam Statement nya Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, mengatakan bahwa ada salah satu modus mafia tanah yang dilakukan, contohnya adalah kolusi dengan oknum aparat BPN untuk mendapatkan legalitas. Bahkan menurutnya hingga saat ini tercatat ada sebanyak 135 pegawai BPN se- Indonesia yang melakukan kejahatan tersebut.

Saat ini mereka telah dihukum secara administrasi karena melakukan pelanggaran. Sumber dari artikel detikfinance,"135 Pegawai BPN Nyambi Jadi Mafia Tanah," tutup Erwin.

Tepisah Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Fisip UNIS Tangerang, Adib Miftahul mengatakan, banyaknya kasus dugaan penyerobotan tanah yg diduga melibatkan PT. JRP dan Pengembang Besar lainnya di wilayah Bintaro Tangsel. Sudah seharusnya para aparat penegak hukum, dalam hal ini satgas Mafia Tanah ditantang membuktikan kinerjanya.

"Mana satgas mafia tanah yg sering digembar-gemborkan Jaksa Agung, Kapolri? Serius atau tidak?," ujarnya.

"Saya melihat dalam kasus dugaan penyerobotan tanah di Bintaro ini, seperti ada 'Negara dalam Negara' yaitu adanya dugaan seolah-olah sebuah pengembang besar seenaknya saja melakukan tindakan-tindakan yg diduga melawan hukum dengan mencaplok tanah rakyat, tanpa sedikitpun merasa berdosa dan tak peduli akan aturan. Jelas, ini sebuah penjajahan terkini bagi kemerdekaan akan hak atas tanah rakyat," tambahnya.

Menurutnya, rakyat kecill bukan takut ke pengadilan. Tetapi, biaya dan waktu yang menjadi persoalan bagi mereka.

"Rakyat kecil bukan takut untuk ke pengadilan, tetapi biaya dan waktu yang menguras menjadi alasan yang masuk akal. Di samping itu, stigma bahwa pengembang besar diduga sudah mempersiapkan oknum di pengadilan untuk memenangkan juga menjadi alasan kuat. Makanya mereka tidak takut dengan adu data," jelasnya.

"Maka saya kira, konsep 'restorative justice' paling efisien untuk membuat masalah ini menjadi clear. Negara harus memberikan kemerdekaan seutuhnya bagi rakyatnya." tandasnya. (Raf)

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online