Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Tangsel, Aji Awan menuturkan yang harus dilakukan terlebih dahulu bukan merupakan pembuatan sodetan melainkan melakukan penataan normalisasi di bagian hilir sungai Cisadane.
"Normalisasi atau penataan ini yang harus dilakukan. Setelah dilakukan normalisasi dari debit air ke sodetan tidak mempengaruhi kondisi yang ada saat ini," terangnya.
Kata dia, penanganan banjir ini haruslah terintegrasi dengan wilayah lain. Dia mencontohkan, ibarat kalau minum ada sebuah gelas besar yang berisi kopi dan teh kalau ditambah lagi pasti akan tumpah dan tidak dapat menampung, sehingga untuk menghindari tumpahnya air tersebut ke bagian kiri dan kanannya dioptimalkan wadahnya.
"Optimalkan normalisasi terlebih dahulu sungai Cisadane sehingga jika ada penambahan aliran air maka mampu untuk menampung," katanya.
Lanjutnya, penataan, pengerukan sedimentasi perlu dilakukan, penataan ini seperti halnya sungai Bengawan Solo dimana kanan kirinya dibuat tanggul sehingga bisa menampung debit aliran air yang tinggi.
"Seharusnya sebelum sodetan itu dibuat lakukan optimalisasi terlebih dahulu, ditata di hilir baru bisa dilakukan sodetan, sehingga tidak mengganggu lintasan sungai," ujarnya.
Menurutnya, sungai Cisadane yang melintas di Kota Tangsel seluas 19 Kilometer atau 19.880 meter di tiga kecamatan. Yakni Setu, Serpong dan Serpong Utara. Bahkan, jika sungai CIsadane meluap pemukiman warga di kelurahan Kranggan, Setu tergenang air.
" Cisadane dari pintu 10 hingga pantai utara perlu dilakukan pengangkatan sidementasi, pengerukan sidementasi, penataan wadah dilakukan barulah dilakukan sodetan, namun jika sodetan dibuat tanpa dilakukan normalisasi maka dampaknya akan berimbas di wilayah bantaran sungai Cisadane," terangnya. (def)