Print this page

Carsono: Pembangunan Bedah 90 Rumah Tak Layak, Tidak Memakai Jasa Kontraktor

ilustrasi ilustrasi

detakbanten.comSERPONG - Setelah tuntas membangun rumah warga yang tidak layak di 2014, tahun ini Dinas Tata Kota Bangunan dan Pemukiman (DTKBP) berencana akan menargetkan sekitar 90 rumah warga bakal di bedah. Belajar dari pengalaman, tahun ini proses pembangunannya bakal diserahkan ke masyarakat.

Kabid Pemukiman pada Dinas Tata Kota Bangunan dan Pemukiman (DTKBP) Carsono mengatakan, belajar dari pengalaman, pihaknya tidak akan lagi memakai jasa kontraktor atau pihak ketiga untuk membangun rumah warga.

"Kalau pakai pihak kontraktor, kami tidak leluasa dalam pengawasan," katanya, Kamis (8/1).

Terlebih, kata Carsono, memakai jasa kontraktor juga akan ada potongan PPN dan PPH, sehingga tidak akan murni Rp 60 juta sebagai anggaran pembangunannya. Sehingga dikhawatirkan akan mengganggu jalannya pembangunan rumah warga.

Meski demikian, Carsono mengaku pembangunan bedah rumah tersebut sudah diatur dalam Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, diakuinya hal itu juga diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 70 Tahun 2012.

"Jadi aturan sudah ada, kita tidak melabrak aturan. Dengan pola demikian, kita harapkan kontrol yang dilakukan akan lebih mudah dan pengawasan lebih maksimal," ungkap Carsono.

Carsono mengatakan, untuk membedah 90 rumah yang tak layak huni itu, Pemkot menggelontorkan anggaran sekitar Rp5,4 miliar untuk program pengentasan kemiskinan tersebut. Dengan masing-masing rumah diberikan jatah Rp 60 juta.

"Data 90 rumah tak layak huni ini merupakan usulan dari musrembang dan diusulkan langsung masyarakat. Jadi kami berharap tidak salah sasaran," katanya. Pada tahun sebelumnya, Pemkot Tangsel sudah melakukan bedah rumah merata ditiap kecamatan.

Namun pada tahap pelaksanaanya, ada saja kontraktor yang membandel tidak sesuai dengan prosedur pembangunannya. Sehingga, beberapa pembangunan ada yang ditinggal oleh kenek atau pekerjanya karena bermasalah dengan kontraktor.

"Untuk menghindari hal tersebut. Makanya kita berdayakan masyarakat sekitar untuk ikut terlibat," katanya. Pola seperti ini pun bukan baru, melainkan pernah dilakukan pada 2010. Ketika itu masyarakat diberikan jatah Rp 5 juta untuk membangun rumah, sehingga masyarakat mau membangunnya secara swadaya.