Kecerdasan dan ketajaman Joshua mengangkat cerita dalam sebuah film patut diacungi jempol. Buktinya, 'The Act of Killing' berhasil menggondol penghargaan di Cinema Eye Honors ke-7 untuk kategori Nonfiction Filmmaking.
Perhelatan itu digelar sejak 2007 untuk menghargai para pembuat film nonfiksi.
'The Act of Killing' memaparkan kisah nyata peristiwa pembantaian tragedi politik tersebut. Di mana situasi politik saat ini kacau. Di mana diperkirakan peristiwa itu telah menelan korban sekitar sejuta nyawa warga negara.
Joshua jeli dalam merekonstruksi situasi politik pasca-Gerakan 30 S PKI, bagaimana pembunuhan terhadap sejumlah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dilakukan oleh para pemuda anggota sebuah ormas kepemudaan di Medan, Sumatera Utara. Salah satu eksekutornya adalah Anwar Congo.
Adapun Anwar termasuk pelaku sejarah. Ia ikut membantai kaki tangan atau antek-antek PKI karena kala itu situasinya juga bahaya.
“Saat itu kalau tidak membunuh (PKI), ya terbunuh,” kata Anwar, kemarin
Penghargaan lain yang berhasil disabet
'The Act of Killing' adalah menang di kategori Panorama Audience Award seksi film dokumenter Festival Film Berlin. Film itu juga telah diputar di Festival Film Toronto. Kabar menarik lainnya, 'The Act of Killing' bisa diunduh gratis di situs resmi film tersebut khusus untuk Indonesia.
Yang pasti, ada alasan politik dan sosial yang diharapkan Joshua dari 'The Act of Killing'. Ia menginginkan masyarakat Indonesia agar mengenang kembali sejarah buruk dalam kurun 1965-1966.
"Kami menilai sejarah pembantaian 1965 adalah milik rakyat Indonesia. Untuk itu, kami mempunyai niat untuk mengingatkan masyarakat Indonesia tentang tragedi berdarah tersebut. Karenanya, kami mempersembahkan 'The Act of Killing' untuk warga Indonesia," ujar Joshua. (ded)