Tangsel, APBD Rp2,8 Triliun Namun Angka Kemiskinan Meningkat

illustrasi illustrasi

detaktangsel.com PAMULANG - Lajunya perkembangan bisnis dan ekonomi di Kota Tangsel, ternyata masih menyisakan PR buat Pemkot untuk menekan angka kemiskinan dengan memberikan solusi tepat. Pasalnya, angka kemiskinan di Tangsel pada 2013 sebanyak 1,75 persen dengan jumlah penduduk 1,4 juta jiwa dinilai masih tinggi, sementara nilai APBD 2015 kota Tangsel mencapai angka Rp2,8 triliun.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Tangsel, Faizin mengutarakan tahun demi tahun jumlah kemiskinan naik turun. Namun lebih cenderung ada peningkatan hal ini ditengarai adanya inflasi harga bahan pokok sehingga masyarakat dengan pengasilan rendah akan mengalami kesulitan.

"Faktornya banyak salah satunya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan pada kebutuhan lain. Serta faktor lainya berdampak pada faktor ekonomi," katanya, Rabu (22/4/2015).

Ia menjelaskan angka kemiskinan tahun 2010 sebesar 1,67 persen dengan jumlah penduduk 1. 290.322 juta dengan laju pertumbuhan 4,60 persen. 2011 sebesar 1,50 persen dengan jumlah penduduk 1.355.926 juta jiwa adapun laju pertumbuhan sebesar 3,60 persen. Pada 2012 1,33 peren dengan jumlah penduduk mencapi 1.405.170 juta jiwa adapun laju pertumbuhan 3,65 persen.

Tahun 2013 mencapi 1,75 persen dengan jumlah penduduk 1.443.403 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 2,72 persen. Adapun tahun 2014 datanya belum keluar. Namun ia memprediski ada keniakan sebesar 0,77 persen untuk angka kemiskinan.

"Prediskinya untuk tahun 2014 mengalami kenaikan. Namun itu tidak terlalu besar. Kami sarankan Pemda harus menjaga distribusi pasokan bahan pokok agar bisa menekan lonjakan harga. Ini ada kaitanya untuk mengurangi angka kemiskinan dengan harga tidak mahal," imbuhnya.

Pengamat Ekonomi Nasional Ikhasan Modjo mengatakan di Tangsel angka kemiskinan masih terbilang tinggi. Dengan jumlah penduduk 1,4 juta jiwa sedangkan angka kemiskinan 1,75 persen sangat besar. Hal ini tidak sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi 8,5 persen diatas rata-rata nasional.

"Angka itu masih tinggi, kerana di Tangsel pertumbuhan ekonomi jauh diatas nasional. Banyak perumahan elit namun orang miskin masih banyak. Ini semestinya tidak terjadi," ujarnya.

Ia memprediksi angka itu akan naik bila tidak ada upaya pemerintah mengambat. Kenaikan itu tidak terlepas dari faktor ekonomi makro yang berasal dari inflasi berbagai bahan pokok. Siklus ini harus disikapi pemerintah Tangsel agar tidak menjadi persoalan dikemudian hari.

"Bukan tidak mungkin seiring bertambahnya waktu kemiskinan akan terus melonjak. Maka tugas pemerintah bagaiman mampu mengembangkan berbagai strategi untuk menekan angka kemiskinan. Misalkan saja bantuan rumah yang tidak layak huni dan ekonomi mikro," imbuhnya.

Anggota Komisi II DPRD Tangsel Sri Lintang Aryani mengungkapkan data yang ada belum mampu mengcover keadaan secara menyeluruh. Ia pun memastikan bahwa bisa jadi angka 1,75 persen bisa mencapi 2 persen.

"Jumlah itu saya kira akan lebih, bahkan bisa mencapai dua persen. Sebab BPS hanya mengunakan sampling tidak akurat," katanya.

Ia mengatakan demikian, pasalnya antara data BPS dengan Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Trasmigrasi (Dinsosnakertrans) Tangsel selalu tidak sama. Maka dari situ kata Lintang mana yang tepat masih simpang siur.

"Saran saya agar saat mensensus menggunakan lembaga atau semacamnya dengan mendatangi secara runut rumah kerumah. Sehingga Dinsos dan BPS memiliki data kesamaan," saranya.

Lintang menyarankan agar pemerintah mampu menekan angka kemiskinan melalui pengembangan ekonomi mikro. Memang saat ini Pemkot Tangsel sudah berusaha mengembangkan namun perlu diperluas agar merata.

"Untuk menekan angka kemiskinan maka pemerataan ekonomi kerakyatan itu harus menyebar. Sebab sejauh pengamatan kami belum secara maksimal merata, masih banyak tempat-tempat yang harus dikembangkan," saran Lintang.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online