Perlukah Perda Kebudayaan dan Seni Lahir di Tangsel?

Perlukah Perda Kebudayaan dan Seni Lahir di Tangsel?

Detaktangsel.com, OPINI -- (Tulisan ini sebenarnya sudah pernah saya muat di beberapa grup. Tapi saya rasa perlu untuk mempostingnya kembali,
karna berkaitan dengan sebentar lagi perhelatan Pemilu Kada akan berlangsung. Saya berharap siapapun menjadi pemenangnya bisa menjadikan tulisan sy ini sebuah PR yang berharga demi kemajuan masyarakat Tangsel ke depannya, khususnya para pelaku Seni dan Budaya).

Selamat Pagi, selamat menikmati akhir pekan dengan penuh keceriaan. Semoga keberkahan dan kesehatan senantiasa tercurah bagi penghuni Grup yang Cerdas dan elegan ini.
Perkenankan saya membuka pagi dengan sebuah cakrawala pemahaman dan persepsi imaginer muda saya (muda?) Ya sebut saja begitu!
Ini tak ada hubungannya dng politik praktis atau sejenisnya. Ini hanya mengenai usulan saya saja tentang perlu tidaknya Perda tentang Kebudayaan dan Seni lahir di bumi Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur ini.

Maaf agak panjang sedikit tulisan ini, tapi saya harap sedikit sabar dalam membacanya agar bisa kita pahami bersama. Agar kita juga bisa tau kalau anak Tangsel yang tinggal di bumi toyyibatun juga punya ide kreatif dan inofatif yang bisa dijadikan sebagai kontribusi pikiran untuk membangun daerahnya sendiri. Khusunya Kota Tangsel yang ai lopyu pull...

Mengapa demikian? Sebentar lagi kita akan memasuki tahun2 politik. Masih lama, bang! kata teman saya. Lama itu menurut ente yg gak ada kerjaan, tapi bagi mereka yg ingin maju waktu yg tinggal setahun itu butuh pemanasan buat start! jawab sayah.

Banyak kandidat akan mengusung visi misinya dng gagasan2 brilian. Tak ketinggalan pula untuk mendukung ide2 cemerlang mereka, terkadang bumbu2 seni dan budaya diracik dan diadon menjadi suatu suguhan yg menarik minat masyarakat untuk memilihnya. Semisal tetiba sang Balon mendadak menjadi manusia paling Berbudaya dan mencintai Seni. Pelaku2 budaya direkrut dijadikan tim sukses, tak ketinggalan artis2 seniman dijadikan sebagai "media hiburan" untuk meramaikan panggung kampenya sang Balon. Singkat kata, para kandidat mendadak seleb. Meski pada ahirnya ketika hajatnya terkabul para pelaku budaya dan seniman kembali pada rutinitas sehari2nya yakni: MENGHAYAL alias Ngarep.com

Seperti daun lemon yg dijadikan bumbu penyedap. Dan ketika makanan telah siap saji, daun lemonnya disingkirkan jauh2...ahay dah.

Tod Jones, mengatakan, Kebudayaan itu erat melekat dengan selera Penguasa dan Kekuasaan. Dan itu terus berlangsung dan tereksploitasi sejak jaman kolonial belanda hingga hari ini dan menggerus sendi2 peradaban negeri ini.

Sebagaimana yang maksudkan diatas, sangat jelas bisa kita lihat bagaimana sebuah kekuasaan dapat membentuk sebuah budaya, begitupun sebaliknya, budaya yang telah dibentuk tersebut dapat menopang dan melanggengkan sebuah kekuasaan dalam sebuah komunitas maupun masyarakat kita. Sebagaimana yang dilakukan oleh para raja-raja jawa terdahulu terhadap rakyatnya demi mendapatkan sebuah dukungan, maka dibuatlah sebuah design cerita, yang tentunya tujuan dari hal tersebut tak lain sebagai sebuah alat untuk melegitimasi kekuasaan yang dipegangnya dan terus berlanjut kepada para keturunannya.

Bukan hal yang mengherankan hal semacam itu terjadi, karena ada anggapan dari segelintir orang yang memegang kekuasaan bahwa kelanggengan sebuah kekuasaan tanpa ditopang oleh legitimasi sebuah budaya, maka kekuasaan tersebut akan mudah untuk diruntuhkan.

Muncul pertanyaan mendasar dalam hal ini, perlukah hal itu terjadi di Tangsel? Apakah kekuasaan dapat mempengaruhi kebudaayan sebuah wilayah, ataukah sebaliknya?

Pandangan seperti ini jelas sangat dipengaruhi oleh pemikiran sosiolog Perancis, Pierre Bourdieu. Ia mengatakan bahwa ‘tindakan’ (practice) atau apa yang secara aktual dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari aturan-aturan dan konvensi kebudayaan. Bahkan lebih jauh Tod Jones, menggambarkan relasi kekuasaan dan kebudayaan di Indonesia dari sebuah disertasinya bahwa kebudayaan selalu menampilkan sisi-sisi menarik yang memancing rezim kekuasaan untuk mengendalikannya.

Dengan melihat relasi antara kekuasaan dan kebudayaan pada suatu masyarakat, sebenarnya kita sedang dipertontonkan pada sebuah kesadaran penguasa dalam memahami kekuasaan yang ada. Mereka seolah sadar bahwa kekuasaan, seperti yang dijelaskan oleh Michel Foucault, tidak berpusat pada satu titik, namun menyebar dimana-mana. Oleh karena itu, kebudayaan yang mengandung potensi kekuasaan harus dapat dikendalikan, dengan harapan kekuasaan yang terkandung di dalam kebudayaan tidak mengganggu atau bahkan menentang kekuasaan mereka.

Untuk itulah dalam kesempatan ini jauh2 hari saya mengusulkan perlu adanya Rancangan Perda menjadi Perda tentang Kebudayaan dan Seni di Tangsel. Tolak ukurnya sangat jelas yakni UU No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Undang-undang yg baru lahir seumur jagung ini perlu mendapatkan sosialisasi setelah sekian lama kita hanya menggantunkkan nasip pada Konsitusi Kebudayaan pasal 32 UUD 1945.

Semua itu tak lain adalah untuk pelestarian kekayaan budaya di Bumi yg mengusung moto Cerdas Modern Religius ini yang begitu banyak tersebar di setiap Kecamatannya, baik itu di bidang pendidikan, kebudayaan, pariwisata, sosial maupun ekonomi.

Di samping untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk kesejahteraan dan perlindungan hak-hak cipta seniman2 yang berdomisili KTP di Tangsel yang jumlahnya sangat banyak jika dilakukan pendataan secara komprehensif. Agar mereka juga tidak menjadi penghayal kemudian berbalik arah menyerang pemerintah dng sikap2 apatisme mereka dengan dalih abis manis sepah dibuang.

Membina dan memfasilitasi paguyuban2 dan sanggar-sanggar, kususnya lintas suku dan kebudayaan. Agar kita juga bisa mengetahui dng jelas "palang pintu, ondel-ondel, barongsai, dll apakah merupakan produck lokal Tangsel ataukah bukan? dan Perda juga wajib menetapkan kesenian suku-suku yang menjadi akar pangkal kebudayaan di Tangsel dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah agar masyarakat berhak memperoleh kesempatan untuk melestarikan kebudayaannya.

Pemerintah baik itu eksekutif maupun legislatif juga wajib menata peninggalan kebudayaan di bumi 99 menara ini baik itu yg bersifat manuscrip, tradisi lisan, adat istiadat, teknologi tradisional, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, ritus, permainan rakyat dan olah raga tradisional , agar politic kekuasaan dan kebudayan berimbang penyampaiannya ke masyarakat sampai ke anak cucu kita.

Wallahu a'lam bishawab
Semoga Manfaat

Padepokan Roemah Boemi Pamoelang
10 September 2022

Oleh: Agam Pamungkas Lubah

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online