Pentingnya Perda Kebudayaan Lahir di Tangsel

Agam Pamungkas Lubah Agam Pamungkas Lubah

detaktangsel.com Setelah semalam kita lewati dng penuh semangat dlm diskusinya yg menarik, pagi ini perkenankan sy membuka hari dengan sebuah cakrawala pemahaman dan persepsi imaginer muda saya (muda?) Ya sebut saja begitu! Abis masih banyak orang yg manggil saya dengan sebutan 'abang'.? Mengenai usulan perlu adanya Perda tentang Kebudayaan di Tangsel. Maaf agak panjang sedikit tulisan ini, tapi saya harap sedikit sabar dlm membacanya agar bisa kita pahami bersama.

Mengapa demikian? Tod Jones, mengatakan, Kebudayaan itu erat melekat dengan selera Penguasa dan Kekuasaan. Dan itu terus berlangsung dan tereksploitasi sejak jaman kolonial belanda hingga hari ini dan menggerus sendi2 peradaban negeri ini.

Sebagaimana yg maksudkan diatas, sangat jelas bisa kita lihat bagaimana sebuah kekuasaan dapat membentuk sebuah budaya, begitupun sebaliknya, budaya yang telah dibentuk tersebut dapat menopang dan melanggengkan sebuah kekuasaan dalam sebuah komunitas maupun masyarakat kita. Sebagaimana yang dilakukan oleh para raja-raja jawa terdahulu terhadap rakyatnya demi mendapatkan sebuah dukungan, maka dibuatlah sebuahdesign cerita, yang tentunya tujuan dari hal tersebut tak lain sebagai sebuah alat untuk melegitimasi kekuasaan yang dipegangnya dan terus berlanjut kepada para keturunannya.

Bukan hal yang mengherankan hal semacam itu terjadi, karena ada anggapan dari segelintir orang yang memegang kekuasaan bahwa kelanggengan sebuah kekuasaan tanpa ditopang oleh legitimasi sebuah budaya, maka kekuasaan tersebut akan mudah untuk diruntuhkan.

Muncul pertanyaan mendasar dalam hal ini, perlukah hal itu terjadi di Tangsel? Apakah kekuasaan dapat mempengaruhi kebudaayan sebuah wilayah, ataukah sebaliknya?

Kebudayaan dan kekuasaan selalu mempunyai hubungan yang khas. Kebudayaan yang lahir dari rahim masyarakat selalu mempunyai peluang untuk digunakan sebagai alat legitimasi oleh pemegang kekuasaan. Rezim penguasa selalu menjadikan kebudayaan sebagai objek yang harus dikendalikan dan selanjutnya digunakan sebagai alat untuk membentuk wacana dan kemudian melanggengkan kekuasaannya.

Membuka selubung relasi antara kebudayaan dan kekuasaan merupakan cara untuk melihat bagaimana kekuasaan memainkan kekuatannya untuk mengendalikan rakyatnya melalui kebudayaan. Tangan-tangan kekuasaan yang mengendalikan kebudayaan dapat terlihat melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim penguasa pada setiap masa. Saya ambil contoh kecil di Tangsel saja. Semisal ajang Pencarian Nama Duta Pariwisata di Tangsel yg sempat berganti nama tiga kali dari tiga penguasa yg berbeda. Mulai dari Abang None kemudian Kang Nong dan terakhir Abang Nona.

Tak usah disangsikan lagi, hal-hal semacam ini jelas sebuah alasan yang tepat untuk politic culture. Sebab dalam kajian sosial-cultur dan politik, semua hal tersebut memiliki peranan penting dalam sebuah kekuasaan. Dimana pembentukan suatu tatanan sosial tetap membutuhkan perilaku politik yang selaras dan tentunya juga dengan ditunjang oleh budaya yang pas dan mengakar. Bahkan yang terparah, posisi seseorang dalam kebudayaan akan ditentukan oleh cultural literacy-nya, yaitu pengetahuan akan sistem-sistem makna dan kemampuannya untuk menegosiasikan sistem-sistem itu dalam berbagai konteks budaya. Pandangan seperti ini jelas sangat dipengaruhi oleh pemikiran sosiolog Perancis, Pierre Bourdieu. Ia mengatakan bahwa ‘tindakan’ (practice) atau apa yang secara aktual dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari aturan-aturan dan konvensi kebudayaan. Bahkan lebih jauh Tod Jones, menggambarkan relasi kekuasaan dan kebudayaan di Indonesia dari sebuah disertasinya bahwa kebudayaan selalu menampilkan sisi-sisi menarik yang memancing rezim kekuasaan untuk mengendalikannya.

Dengan melihat relasi antara kekuasaan dan kebudayaan pada suatu masyarakat sebenarnya kita sedang dipertontonkan sebuah kesadaran penguasa dalam memahami kekuasaan yang ada. Mereka seolah sadar bahwa kekuasaan, seperti yang dijelaskan oleh Michel Foucault, tidak berpusat pada satu titik, namun menyebar dimana-mana. Oleh karena itu, kebudayaan yang mengandung potensi kekuasaan harus dapat dikendalikan, dengan harapan kekuasaan yang terkandung di dalam kebudayaan tidak mengganggu atau bahkan menentang kekuasaan mereka. Mengendalikan kebudayaan pada akhirnya dapat dilihat sebagai jalan untuk melanggengkan kekuasaan sang rezim.

Diluar dari intrik yang dimainkannya, setiap penguasa pasti memiliki kepentingan yang tentunya ingin memperpanjang masa kekuasaaanya, atau minimal dijadikan sebagai sebuah simbol dalam kekuasaan setelahnya. Hal-hal semacam ini jelas akan mempengaruhi sebuah bangsa dan negara secara menyeluruh. Bahkan dampak yang terparah dari hal tersebut yang akan timbul kemudian terhadap anak cucu kita adalah suatu hal yang tak bisa dibayangkan yakni ketidaktahuan tentang sejarah budaya asli wilayahnya atau bahkan disintegrasi bangsa dimasa yang akan datang yang disebabkan tidak adanya pemahaman mendalam tentang budaya.

Untuk itulah mengapa saya kemaren2 ngotot mengusulkan perlu adanya Rancangan Perda menjadi Perda tentang Kebudayaan di Tangsel. Tolak ukurnya sangat jelas yakni UU No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan. Semua itu tak lain adalah untuk pelestarian kekayaan budaya di Tangsel, baik itu di bidang pendidikan, kebudayaan, pariwisata, sosial maupun ekonomi. Di samping untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk kesejahteraan dan perlindungan hak2 cipta seniman2 yg berdomisili KTP di Tangsel yg jumlahnya ratusan, baik yg sudah bertaraf lokal, nasional maupun internasional, membina dan memfasilitasi paguyuban2 kususnya paguyuban Betawi, dan Perda wajib menetapkan kesenian Betawi yg menjadi akar pangkal kebudayaan di Tangsel dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah agar masyarakat berhak memperoleh kesempatan untuk melestarikan kebudayaannya.

Pemerintah baik itu eksekutif maupun legislatif juga wajib menata peninggalan kebudayaan di Tangsel baik itu yg bersifat manuscrip, tradisi lisan, adat istiadat, teknologi tradisional, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, situs, permainan rakyat dan olah raga tradisional , agar politic kekuasaan dan kebudayan berimbang penyampaiannya ke masyarakat sampai ke anak cucu kita.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online