Modern Itu Cara Berpikir

ilustrasi ilustrasi

detaktangsel.com- OPINI, Arus Globalisasi yang menghantam Negara kesatuan republik indonesia semakin tak terbendung lagi, seluruh aspek di Negeri ini terkena dampaknya, Mulai dari Politik, Ekonomi, Sosial hingga Budaya.

Ironisnya banyak dari masyarakat yang salah memahami makna Modern perlahan melunturkan Nasionalisme bangsa Indonesia, Modern diartikan sebagai gaya hidup bukan cara berpikir.

Akibatnya masyarakat cenderung menganggap bahwa segala sesuatu yang datangnya dari Barat adalah pola hidup manusia modern. Sebagai manusia yang hidup diabad 21 seharusnya kita lebih cermat dan cerdas memahami segala sesuatu yang baru bukan malah hanyut didalamnya, tak menutup bahwa ada beberapa golongan yang sengaja merekonstruksi dan menciptakan sesuatu yang baru yang kaitannya dengan budaya , tujuannya tak lain untuk kepentingan ekonomi dan politik golongan tersebut.

Kecantikan manusia abad modern digeneralisasikan dengan majalah Fashion yang mempromosikan beberapa produk alat kecantikan dan Pakaian model terkini, kemudian berbondong-bondong wanita menyerbu pusat perbelanjaan untuk mempercantik dan memanjakan diri ke Salon kecantikan.

Degradasi moral generasi muda bangsa Indonesia semakin mengkhawatirkan adanya, Suffle Dance, K-Pop, Harajuku Style, Gangnam Style dan budaya asing lainnya, menjadi sesuatu harus diketahui dan dipelajari, Fardhu 'Ain hukumnya. Itu dilakukan agar tidak menjadi cemoohan dan dianggap ketinggalan jaman, padahal negara seribu ini kaya akan keanekaragaman budaya dan kearifan lokal, kita punya Tari Kecak dari Bali, Reog Ponorogo, Jaipong dari Jawa Barat, Tari Piring dari Sumatera Barat, tari Tor-Tor dari Batak dan segambreng Budaya lainnya, makanan, Pakaian adat, rumah adat dan lainnya.

Problem Solving

Masih teringat dibenak kita pada November 2007 lalu, Malaysia mengklaim kesenian Reog Ponorogo, lanjut Desember 2008 Malaysia akui Lagu Rasa Sayange dari Maluku, belum sampai situ Agustus 2009 Malaysia sempat mengklaim Tari Pendet asal Bali lewat iklan pariwisata Malaysia Truly Asia, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat sudah tujuh kali Malaysia akui Budaya kita.

Ketika hal tersebut terjadi baru kita seperti kebakaran jenggot, aksi protes mencuat kepermukaan lewat demonstrasi ke Kedutaan Malaysia maupun lewat Cyber Media yang isinya hujatan dan cemoohan untuk negara tetangga tersebut.

Perlunya Enkulturasi yang mengacu pada proses dimana budaya harus ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain kita mempelajari bukan mewarisi. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar bukan melalui gen.

Enkulturasi terjadi melalui Orang tua, kelompok, teman sekolah, lembaga keagamaan dan pemerintahan serta lingkungan. Tidak ada istilah, orang tuaku tak mengajarkan budaya ini dan itu, tapi kesadaran kitalah yang harusnya menjadikan budaya sebagai kebutuhan yaitu identitas diri.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online