Print this page

Konglomerasi Media, Sejalan dengan Ekonomi Kapitalis?

Konglomerasi Media, Sejalan dengan Ekonomi Kapitalis?

Detaktangsel.com OPINI-Media dan Ekonomi suatu hal yang tidak mungkin terpisah, di Era Reformasi saat ini Media Massa berkembang begitu dominan. Pilar keempat dari Negara demokrasi ini berperan strategis dalam proses konsolidasi demokrasi. Berkembangnya media massa di Indonesia, memunculkan fakta baru yang disebut dengan konglomerasi media. Konglomerasi media, suatu alat politik yang sexy yang bisa dimanfaatkan untuk perluasan citra seseorang di masyarakat. Konglomerasi media telah memunculkan model kepemilikan media yang memiliki kecenderungan kapitalistik.

Pemilik media telah berafiliasi dengan kelompok politik atau tokoh politik, sehingga dapat memberi peluang yang lebih terbuka untuk mentransformasikan gagasan politik tertentu untuk meraup suara publik dalam konstestasi politik nantinya.

Undang – Undang yang harusnya sebagai aturan main media lebih spesifiknya media massa penyiaran seperti diacuhkan, padahal jelas diamanatkan UU Penyiaran No. 32/2002 Pasal 5, yaitu Penyiaran diarahkan untuk mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran, dikuatkan dengan pasal 18 ayat (1) yang menyatakan, pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran dibatasi. Ini jelas menunjukkan bahwa adanya batasan dan pengertian serta penafsiran pasal-pasal tersebut adalah bahwa setiap orang atau badan hukum apapun dan di tingkat manapun tidak boleh menguasai lebih dari satu lembaga penyiaran swasta baik jaringan maupun lokal dengan izin penyelenggaraan di satu wilayah siaran.

Nyatanya, kini yang terjadi adalah konsentrasi dan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran swasta yang berlebihan, Sehingga sejalan dengan sistem Ekonomi Kapitalis yang pelan – pelan merajai Negara Indonesia.
Praktik Konglomerasi Media jelas terlihat saat ini lebih jelas lagi Penguasa Media sangat dekat dengan Penguasa Negara ini, misalnya Politisi Partai Perindo Hari Tanoesoedibjo seorang pemilik MNC Group (Mnc, Global, Rcti, Koran Sindo, Oke Zone, Sindonews, Trijaya Fm, Global Radio), Politisi Partai Nasdem Surya Paloh seorang pemilik Media Group (Metro Tv, Media Indonesia, Metrotvnews), Politisi Partai Golkar Aburizal Bakrie (Tv One, Antv, Vivanews). Fakta menunjukkan bahwa pemilik media cenderung menjadikan isi media sebagai komoditas dan menjadikan masyarakat hanya sebagai konsumen.

Dengan konglomerasi media yang ada saat ini, menjadi semakin sejalan melekatnya sistem ekonomi kapitalis yang dibangun di Negara ini, yakni “Si Kaya Makin Kaya, Si Miskin Makin Miskin.” Karena seseorang yang ingin mengembangkan media massa, mengimplementasikan fungsi media yang seharusnya sebagai to inform, to educate,to entertain yang netral dan terpercaya, tentunya malah terhambat dengan media yang besar, yang akhirnya tidak bisa bertahan lama. Konglomerasi media juga telah mengancam hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam media dan telah menyingkirkan masyarakat dari peran mereka sebagai pengendali media. Padahal, dalam wacana demokrasi, sangat penting mengenai civic education atau pendidikan politik masyarakat dan posisi media sangat krusial dalam pencapaian tujuan ini. Kondisi saat ini menunjukkan banyak hal yang harus lebih dibenahi dalam praktik konglomerasi media di Negara ini, khususnya terkait dengan regulasi dan juga penegakkan hukum serta undang-undang yang berlaku. Selain itu penting pula peningkatan peran dari Dewan Pers dan juga KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dalam perkembangan signifikan media.

Oleh : Taofik Hidayat, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)