Print this page

Bagaimana Tangerang Bisa Melepas Diri Dari Pengaruh Kekuasaan Banten dan Menjadi Kabupaten?

Bagaimana Tangerang Bisa Melepas Diri Dari Pengaruh Kekuasaan Banten dan Menjadi Kabupaten?

Detaktangsel.com, OPINI -- Tulisan saya kali ini adalah merupakan mata rantai dari tulisan saya sebelumnya. Bagaimana Tangerang bisa lepas dari pengaruh kekuasaan Banten lalu menjadi sebuah Kabupaten di bawah wilayah administrsi VOC (Batavia)? Tentu tak jarang yang mengetahui akan hal ini.  Karena di samping sangat sedikit para sejarawan mengisahkan hal tersebut, sumber2 tutur masyarakat pun seperti enggan untuk membuka kisah yang sesungguhnya, disebakan hubungan kekerabatan yang sudah terbangun sejak jaman leluhur mereka yang memiliki satu ras tanah Pasundan. Tapi sejarah harus dituliskan untuk anak cucu ke depannya agar tak kehilangan obor. Dan kali ini saya akan mencoba menggali kembali kisah tersebut dengan sederhana dan tentu pula dengan komperatif data yang akurat.

Tarik napas pelan-pelan...
Akar pangkal dari semua peristiwa tersebut berangkat dari runtuhnya imperium Surosowan yang mengharuskan Sultan Ageng Tirtayasa takluk kepada Sultan Haji sang anak yang mendapat dukungan penuh dari kompeni. Akibatnya sebagai bentuk konsekwensi Sultan Haji selaku pemilik wilayah baru Banten harus menandatangani perjanjian pada tanggal 17 April 1684. Perjanjian ini pada hakekatnya merupakan pembaruan perjanjian sebelumnya pada tanggal 10 Juli 1659. Dimana salah satu pasal dari isi perjanjian tersebut adalah;

"Dan harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas2 daerah kekuasaan yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka tetap akan ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh Sungai Untung Jawa atau Tangerang dari pantai laut Jawa hingga pegunungan2 sejauh aliran sungai tersebut dengan kelokan2nya dan kemudian menurut garis lurus dari daerah Selatan hingga Utara sampai di laut Selatan. Bahwa semua tanah di sepanjang Untung Jawa atau Tangerang akan jadi milik atau ditempati kompeni".

Dengan perjanjian yang ditandatangani oleh Sultan Haji ini, maka kebesaran serta kejayaan Banten telah selesai. Banten tidak lagi mempunyai kebebasan dalam perdagangan lada. Semua daerah Banten ada dalam pengawasan kompeni. Ditambah lagi Sultan harus menyerahkan
wilayahnya lagi sebagai balas jasa atas bantuan kompeni dalam menyelesaikan perang saudara tersebut. Wilayah tersebut yaitu seluruh wilayah Tangerang, bukan hanya di sebelah Timur Sungai Cisadane, tapi juga bagian Barat Sungai Cisadane. Maka dengan demikian kejayaan Banten telah redup ditelan monopoli dan penjajahan kompeni. *(De Haan, De Jongen, Uka Tjandrasasmita, ibid).

Sebagai imbas dari isi perjanjian tanggal 17 April 1684 tersebut, dapat diartikan sebagai kemenangan total kompeni. Dan untuk mengawasi daerah yang baru saja diperolehnya itu, maka kompeni merasa perlu untuk menjadikan Tangerang sebagai Kabupaten dengan dikepalai seorang Bupati. Maka sesuai dengan Dag Register tanggal 24 November 1682, kompeni mengangkat Kyai Aria Soetadilaga I, sbg Bupati pertama Kabupaten Tangerang. Berturut2 sampai Bupati ke 7 Aria Soetadilaga VII (1802-1809). Sampai kemudian kompeni mengapus sistem pemerintahan Bupati Tangerang karena dianggap tidak mampu mengelola tata pemerintahan dng baik, lalu memasukan wilayah Tangerang ke dalam wilayah Batavia en Omelanden. *(Arsip Nasional. Gewoone Resolutie 3 Maret & Arsip Nasional: Dag Register v.h casteel Batavia 24 November 1682).

Wallahu a'lam bi shawab
Semoga manfaat

"Padepokan Roemah Boemi Pamoelang"
30 April 2022

Oleh: Agam Pamungkas Lubah