Print this page

Dinilai Kurang Tepat, Pedagang Tanaman Hias Tolak Alih Fungsi Taman Kota II

Dinilai Kurang Tepat, Pedagang Tanaman Hias Tolak Alih Fungsi Taman Kota II

detaktangsel.com - TANGSEL, Pemkot Tangsel harus bekerja sama dengan semua lapisan masyarakat maupun pengembang perumahan terkait pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat dapat berfungsi sebagai paru-paru kota dan meminimalisir tingkat pencemaran udara. Ketentuan pasal 13 UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan penyediaan sarana berupa fasos—fasum dan prasarana umum oleh para Pemegang Ijin Penunjukan Tanah (IPPT). Dalam regulasi tersebut setiap pengembang wajib menyediakan 40% dari total lahan miliknya diperuntukkan bagi fasos dan fasum berupa jalur hijau.

 

Sesuai dengan kepentingan public dan ketentuan regulasi tersebut, maka wajib bagi Pemkot Tangsel untuk mempertahankan dan mengembangkan RTH yang telah ada. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang Dewan Tani Indonesia, Tb. Ardiansyah M, pada pertemuan dengan Paguyuban Pedagang Tanaman Hias Taman Kota II di Jl. Raya Viktor, Setu (29/6/14). Pertemuan ini terkait dengan rencana Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang dalam waktu dekat ini akan membangun Gelanggang Budaya (Community Center) di lokasi Taman Kota II, tempat selama ini para pedagang tanaman hias berusaha.

Dalam pertemuan yang juga di hadiri APKLI Kota Tangerang Selatan Forum Kota Sehat Tangerang Selatan terungkap bahwa Taman Kota II yang selama ini menjadi daerah resapan akan berubah fungsi dan dibangun gedung Gelanggang Budaya (Community Center).

Forum Kota Sehat melalui Sekjendnya, Ismadi juga menyayangkan rencana Pemkot tersebut dikarenakan rencana tersebut sangat paradoks dengan yang diselama ini digemborkan oleh Walikota Tangerang Selatan untuk menambah RTH sebanyak 30% pada tahun 2014. Seperti diketahui RTH di Tangerang Selatan saat ini sudah mencapai 20 persen. Hal tersebut dari adanya hutan kota di enam kecamatan seperti Taman Kota I BSD di Serpong, Taman kota II di Setu, Graha Raya di Pondok Aren, Situ Gintung di Ciputat Timur, dan Taman Kota Jombang di Ciputat.

"Jika rencana ini terus dilanjutkan maka Dinas Tata Kota sebagai perencana tidak dapat mengikuti rencana dari Walikota tentang RTH dengan baik," demikian pungkas Ismadi.

Sementara itu DPD APKLI Kota Tangerang Selatan melalui Ketuanya, Desman Ariando, S.Pd mengungkapkan kekecewaannya jika para pedagang tanaman hias yang juga merupakan bagian dari kekuatan ekonomi informal harus tergusur tanpa kepastian tempat berusaha yang layak.

"Pedagang tanaman hias ikut membantu program pemerintah untuk RTH karena dagangan mereka sejalan dengan fungsi lokasi sebagai daerah resapan air," terang Desman.

Lebih lanjut Desman juga menjelaskan bahwa pedagang tanaman hias ini termasuk dalam usaha kecil perkotaan yang harus dikembangkan.

"Pemerintah dalam SKB Tiga Menteri tahun 2010 antara Mendagri, Menteri Perdagangan, Menteri Koperasi dan UKM tentang Sinergi Program pengembangan Ekonomi dan Penataan Lingkungan perkotaan melalui penguatan usaha mikro telah memberi semangat untuk pemberdayaan para pelaku ekonomi informal perkotaan sehingga nasib dari para pedagang hias ini harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh," tegas Desman.

Menindak lanjuti pertemuan tersebut, lembaga-lembaga yang hadir pada pertemuan tersebut akan tetap mengawal dan mendampingi pedagang tanaman hias ini untuk mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi.