Hari Sampah Nasional: Mengenang Tragedi TPA Leuwigajah

Hari Sampah Nasional:  Mengenang Tragedi TPA Leuwigajah

Sepuluh tahun lalu, tepatnya 21 Februari 2005 pada dini hari, saat derasnya hujan, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Leuwigajah dengan ketinggian 20 meter longsor dan menewaskan lebih dari 150 jiwa. Sekitar 137 rumah di Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung dan dua rumah di Desa Leuwigajah, Provinsi Jawa Barat tertimbun longsoran sampah dengan ketinggian mencapai tiga meter.

Selain itu, ribuan ton kubik sampah mengubur kebun dan lahan pertanian milik warga Kampung Pojok, Cimahi Selatan. Tragedi ini kemudian dicanangkan sebagai Hari Sampah Nasional. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak peduli dengan masalah pengelolaan sampah dan sudah saatnya TPA dikelola secara benar dengan cara mengurangi terjadinya penumpukan sampah.

Sebanyak 90 persen TPA yang ada di Indonesia ternyata belum memenuhi syarat dikarenakan rawan longsor. Kondisi tersebut menempatkan Negara Indonesia tercinta ini sebagai negara tertinggi angka kematian penduduknya akibat sampah. Total rata-rata sampah nasional mencapai lebih 200 ribu ton per hari. Dari angka tersebut Jabodetabek merupakan kota penyumbang sampah terbesar yaitu sekitar lebih 25 ribu ton per hari.

Bagaimana kalau sampah menumpuk selama satu bulan tanpa ada penanganan secara terpadu dan terencana? tentu hal tersebut sangat tidak kita inginkan karena akan menimbulkan masalah baru yg lebih besar ongkosnya yang berkaitan dengan makin berkembangnya bibit penyakit yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Ditambah lagi dengan pertambahan jumlah penduduk di luar kontrol, tentu menjadi penyebab bertambahnya volume sampah. Hal ini dipengaruhi juga oleh perilaku dan pola konsumsi masyarakat, sementara paradigma yang ada sampai saat ini masyarakat masih menganggap sampah sebagai sesuatu yang harus dibuang atau disingkirkan.

Jika pengelolaan sampah hanya dilakukan dengan cara konvensional, yakni hanya dengan cara Mengumpulkan, Mengangkut dan Menimbun (3M) sampah, maka pada akhirnya akan berdampak pada semakin langkanya tempat untuk membuang sampah. Sementara itu, produksi sampah tiada henti-hentinya mencapai ribuan meter kubik per hari. Hal ini bisa menimbulkan masalah baru yaitu dapat menyebabkan munculnya TPA/TPS ilegal dalam arti masyarakat dapat dengan 'tanpa dosa' membuang sampah di lahan kosong atau di sungai-sungai. Fenomena ini akhirnya menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara mengalami musibah banjir dikarenakan banyak sampah-sampah di sungai maupun saluran pembuangan menjadi tersumbat.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman ( DKPP ) telah berupaya melakukan pengurangan sampah di TPA Cipeucang dengan berbagai macam cara yang ditempuh, antara lain berupaya memadatkan sampah di TPA dengan cara mencacah sampah lalu menguburnya, Mendidik dan melatih semua petugas kebersihan untuk mengelola sampah agar dapat menjadi pelopor kebersihan melaui program Bimtek, Membangun TPS 3R dibeberapa wilayah, Memberikan penyuluhan / pelatihan pengolahan sampah secara mandiri sekaligus memberikan tabung komposter kepada kelompok masyarakat penggiat lingkungan secara gratis.

Kerusakan lingkungan saat ini menunjukan gejala yang makin memperihatinkan, mulai dari pencemaran air sungai yang disebabkan pembuangan limbah industri maupun limbah rumah tangga, pencemaran udara yang disebabkan karena pembuangan emisi baik dari pabrik maupun kendaraan bermotor, hingga masalah krisis air bersih yang makin mengancam di masa yang akan datang. Salah satu persoalan lingkungan yang belum menunjukkan perbaikan yang berarti sampai saat ini adalah belum munculnya kesadaran dari semua pihak dan masyarakat untuk melakukan 'Gerakan Peduli Sampah' dengan cara mengurangi sampah untuk meringankan beban pemerintah kota dalam menyelesaikan persoalan sampah, maka harus dibuat aturan yang baku dan harus dilakukan mulai dari hulu (industri) sampai hilir (konsumen).

Di tingkat industri pengurangan sampah dilakukan mulai dari merancang kemasan produk, penentuan bahan baku kemasan produk, hingga bertanggung jawab terhadap kemasan produk yang berada di tingkat konsumen. Sementara di tingkat konsumen atau masyarakat ada cara untuk mengurangi sampah, yaitu dengan merubah berbagai kebiasaan yang dapat menyebabkan timbulnya sampah, misalnya dalam berbelanja ke pasar atau ke supermarket sebaiknya masyarakat membawa wadah sendiri dari rumah khusus untuk berbelanja yang dapat dipakai berulang-ulang, jadi tidak menggunakan kantong kresek yang justru akan menjadi sampah.

Jadikan sampah sebagai berkah :

Dalam upaya mengurangi sampah maka kita harus merubah perilaku, atau cara pandang terhadap sampah, bukan hanya sebagai limbah yang harus dibuang, tetapi dapat menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan demi perbaikan ekonomi. Sudah banyak para pelaku usaha di bidang informal yang melakukan usaha dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan baku untuk diubah menjadi sesuatu yang berguna.

Rumah tangga adalah produsen sampah terbesar, maka agar sampah rumah tangga tidak menjadi masalah, perlu langkah cerdas dari pihak pemerintah untuk mengajak masyarakat agar mau untuk memilah sampah. Pemilahan dilakukan dengan cara memisahkan sampah organik, atau sampah yang mudah busuk dapat dikomposkan. Kemudian sampah non organik, atau tidak mudah busuk yang tidak dapat dikomposkan.

Pemilahan dilakukan sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan kita selanjutnya. Berikut ini adalah contoh pemilahan sampah rumah tangga dan tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA. Karena bila sampah dikenali dan dipilah maka hampir sebagian besar sampah sebenarnya masih dapat dimanfaatkan baik oleh si penghasil sampah itu sendiri maupun oleh
orang lain.

Mengurangi penumpukan sampah dengan program Bank sampah dan Composting.

Bank Sampah adalah sebuah kreasi inovatif yang dilakukan masyarakat dalam memanfaatkan nilai ekonomi yang terkandung dalam sampah, dan secara tidak langsung dapat mengurangi penumpukan sampah di TPA. Layaknya Bank pada umumnya yang sudah kita kenal, Bank sampah juga menggunakan menejemen dalam pengelolanya. Apabila dalam bank yang biasa kita kenal yang disetorkan nasabah adalah uang, maka dalam Bank Sampah yang disetorkan adalah sampah yang dipandang bernilai ekonomis. Kemudian pengelola Bank Sampah harus melakukan upaya kreatif dan inovatif agar sampah-sampah yang dihimpun dari para nasabah dapat menjadi uang. Oleh karena itu, pengelola Bank Sampah tersebut harus merupakan orang-orang yang kreatif dan inovatif serta memiliki jiwa kewirausahaan.

Bank Sampah ini bisa dikembangkan dalam skala RW, Kelurahan, komunitas sekolah, atau disesuaikan dengan kemampuan pengelola itu sendiri. Program Bank Sampah ini telah banyak dikembangkan dengan baik oleh komunitas pecinta lingkungan yang ada di beberapa kota di Indonesia. Sebagai contoh pengelolaan Bank sampah yang sudah dilakukan di beberapa Kelurahan di Tangerang Selatan, misalnya : Kelurahan Ciater, Kelurahan Pondok Ranji dan Kelurahan Bambu Apus, adalah para Pemenang Lomba Kebersihan tingkat Kelurahan yang diadakan oleh Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman ( DKPP ) kota Tangerang Selatan, dimana setiap RW di Kelurahan tersebut telah memiliki Bank Sampah, dan setiap warga berperan aktif sebagai Nasabah sekaligus sebagai Pengelolanya.

Composting adalah salah satu cara yang dianggap efektif saat ini untuk menyelesaikan persoalan penumpukan sampah di Indonesia. Dengan menggunakan Tabung dari bahan plastik limbah industri yang di desain sebagai alat pengolah khusus sampah organik ( yang mudah terurai / busuk ) menjadi Pupuk Organik Cair dan Kompos sebagai media tanam, dengan tanpa MEMOTONG, MENCACAH atau MENGADUK sampah organik yang merupakan limbah rumah tangga ( sisa sayuran, daun dan buah ) karena hanya dengan 3 langkah mudah : Masukkan sampah organik, semprot dengan larutan bakteri pengurai sampah kemudian tutup tabungnya, sehingga Masyarakat akan dengan senang hati turut peduli mengelola sampah di rumah masing masing, karena tidak harus repot dan buang waktu dan tenaga. Bahkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui DKPP membagikan secara cuma cuma tabung pengolah sampah dan cairan bakteri pengurai sampah kepada masyarakat yang membutuhkan.

Program composting saat ini sedang digalakkan oleh Pemkot Tangsel dengan memberikan sosialisasi dan pembinaan berkelanjutan kepada seluruh kelompok masyarakat di Tangsel, mengingat hasil akhir dari proses composting adalah Pupuk Organik Cair dan Kompos sebagai media tanam yang sangat erat hubungannya dengan Pertanian, maka DKPP Tangsel telah menggandeng beberapa aktivis lingkungan yang telah teruji kreatif dan kredibel sebagai Tenaga Ahli Pendamping untuk memberikan bimbingan langsung kepada masyarakat. Program Composting terbukti tepat guna, karena setiap keluarga dengan 5 cacah jiwa cukup dengan 1 tabung komposter mampu mengolah sampah dapur selama 1 tahun, artinya sampah yang selama ini dianggap sebagai penyebab beberapa penyakit seperti Colera, Desentri, Typus dapat dicegah sekaligus untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA Cipeucang yang hanya seluas 4 Ha...sangat LUAR BIASA...wilayah hasil pemekaran dengan jumlah penduduk lebih dari 1,4 juta jiwa dan terbatasnya lahan terbuka hijau maka penanggulangan sampah di Tangsel memilih Composting sebagai program unggulan.

Kesimpulan :

Dilihat dari karakter fisiknya, sampah memang bisa jadi masalah lingkungan bila tidak ditangani dengan baik apalagi bila sudah terakumulasi dalam skala kota. Namun demikian sampah bisa menjadi berkah bila berada di tangan-tangan kreatif dan inovatif. Untuk itu maka dalam rangka mengurangi sampah yang akhir-akhir ini menjadi ancaman setiap kota khususnya Kota Tangerang Selatan, maka perlu dilakukan sebanyak-banyaknya pengenalan sampah kepada masyarakat. Hanya dengan kreatif dan pemikiran yang inovatif maka sampah yang selama ini dianggap masalah, berubah menjadi berkah. Untuk itu tidak berlebihan kiranya kalau para Aktivis Lingkungan di Kota Tangerang Selatan memiliki semboyan yang sangat menyentuh hati :

"Lebih Baik Jadi Masyarakat Sampah dari Pada Jadi Sampah Masyarakat"

No.

Jenis Sampah

Tindakan Selanjutnya

1

Sisa makanan

Diolah dengan Tabung komposter

2.

Potongan bahan sayuran

Diolah dengan Tabung Komposter

3.

Botol plastik bekas minuman,

bekas air mineral, potongan paralon,

potongan selang, mainan anak

yang terbuat dari pastik dan sejenisnya

Dikelola oleh Bank Sampah.

4.

Logam, seperti kaleng, kawat, paku

Dikelola oleh Bank Sampah

5.

Kertas, kardus, karton, dan sejenisnya

Dilelola oleh Bank Sampah

6.

Kresek hitam (daur ulang)

Dikelola oleh Bank Sampah

7.

Kresek warna warni/ bukan daur ulang

Dikelola oleh Bank Sampah

8.

Sampah B3 rumah tangga,

seperti baterai bekas, jarum, pecahan kaca,

bekas lampu TL, dan sejenisnya

Dikelola  secara khusus oleh DKPP.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online