RUU Kebudayaan Berpotensi Jadi Sumber Konflik

 Pembantu Rektor I Universitas Indonesia, Prof Bambang Wibawarta Pembantu Rektor I Universitas Indonesia, Prof Bambang Wibawarta

JAKARTA- Pembahasan RUU Pengeloaan Kebudayaan diminta berhati-hati dan lebih memperhatikan kearifan lokal. "Masalahnya, kalau tidak bisa dikelola, bisa menjadi sumber konflik. Disinilah dialog antar budaya yang harus difasilitasi," kata Pembantu Rektor I Universitas Indonesia, Prof Bambang Wibawarta dalam diskusi " RUU Kebudayaan" di Jakarta, Senin,(28/10).

Mantan Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI ini, kearifan lokal itu merupakan bagian dari masa depan. Apalagi RUU ini masih banyak kelemahan. Secara keseluruhan  masih banyak lobang, karena bahasannya berkutat soal budaya dalam arti sempit. Padahal kebudayaan itu harus menjadi ruh pembangunan di Indonesia dan ketahanan bangsa kita.  “Jangan sampai RUU Budaya ini cepat-cepat diloloskan, karena masih banyak kelemahan. Kita harus ingat, RUU ini harus untuk membangun manusianya,  bukan sekedar untuk mengatur  benda-benda budaya,” terangnya

Lebih jauh kata Bambang,  secara keseluruhan, masalah pembangunan kebudayaan terkait dengan 11 kementerian yang saling kait-mengkait, tapi dalam RUU ini belum tercermin. Pembangunan kebudayaan adalah untuk manusia Indonesia yang terkait dengan budaya, politik, hukum, ekonomi, pertahanan, dan lainnya. “Ini nanti juga harus diperhatikan keterkaitannya dengan masalah anggaran dan koordinasinya. Membangun itu bukan menggusur orang miskin, tapi menggusur kemiskinannya,” ujar Bambang yang juga guru besar Ilmu sastra itu.

Bambang memberikan contoh pembangunan kebudayaan yang nyasar terlalu jauh, yakni sewaktu Kemendikbud melaksanakan RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Mereka diberikan materi pendidikan berkiblat kepada asing, para pengelola pendidikan tidak memikirkan pentingnya ketahanan budayta kita.
“Mereka dengan bangganya melahapkan berbagai shoft power asing, padahal ini sangat berbahaya untuk rakyat kita. Sudah 6311 RSBI sebagai sekolah yang nyasar, bayangkan berapa siswa yang akan menjadi korban,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR Tb Dedi ‘Miing’ Gumelar menyatakan, RUU Kebudayaan itu masih pada tahap pembahasan, belum ada ketok palu. Jadi, masih terbuka untuk menerima masukan. “Kami masih perlu banyak masukan dari masyarakat. Apa pun masih bisa diubah,” katanya.

Ia menegaskan, kebudayaan dalam RUU ini bukan dalam arti sempit hanya untuk kesenian belaka, seperti masalah seni dan hiburan. “Kita perlu memperhatikan ketahanan budaya, perhatian pada warisan budaya, seperti situs-situs Majapahit di Trowulan yang kini sudah diakui internasional,” ujarnya.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online