Print this page

Lima W + Satu H = Atut

Lima W + Satu H = Atut

detaktangsel.com– EDITORIAL, Ternyata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengenal istilah lelah, bosan, putus asa, dan kompromi mengedor pertahanan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Semua ruang dan waktu dikelola dengan manajemen yang sangat tertib dan rapi.


Selasa (25/2) misalnya, 'pasukan' tempur mengobrak-abrik atau mengeledah Dinas Kesehatan, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD), Lembaga Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE), serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Good, good, goooood..........!

Oh maaf, sepenggal kalimat terdiri atas tiga kata, bahasa Inggris pula, bukan representasi dari perasaan bangga atau meledek. Bukan, sekali lagi bukan. Itu sekadar kalimat biasa yang lepas tanpa sutradara.

Tulisan editorial kali ini mencoba membedah kasus Atut dengan menggunakan kaidah penulisan Lima W + Satu H. Rumus ini tentu bukan hal asing bagi kalangan jurnalis.

(W)ho, siapa jatidiri Atut sebenarnya sehingga KPK harus bekerja mati-matian untuk mengungkapkan semua permasalahan yang terkait orang nomor satu Banten ini. (W)hat, kasus apa yang mendorong dan memicu KPK begitu serius memburu Atut hingga ke kolong meja sejumlah dinas dan sistem teknologi komputer. (W)hen, kapan KPK memulai mengorganisir dan mengoperasikan mesin pemburu harta karun Atut.

(W)here, di mana Atut menyimpan harta karun dan dokumen-dokumen penting sebagai barang bukti kasus dugaan korupsi. (W)hy, mengapa Atut menyembunyikan barang bukti sehingga KPK hampir tidak mengenal waktu untuk melacak, memburu sekaligus menyita semua harta milik Atut. Terakhir (H)ow, bagaimana Atut bisa menghimpun dan memperkaya diri. Dan, bagaimana pula KPK bisa membongkar kebobrokan Atut selama memimpin rakyat Banten.

Semua mata warga Banten terbelalak, antara kaget, terkejut, dan teriris hatinya. Sulit dibayangkan serta digambarkan ekspresi raut hati warga Banten yang merasa teraniaya. Juga didzolimi di balik kebijakan yang mengatasnamakan kepentingan kemashalatan rakyat.

Nama Atut memang beken, top lah kasarnya. Apalagi setelah dibongkar habis-habisan KPK. Nama Atut makin populer bukan karena sifat kebajikan, kearifan, dan keibu-ibuannya. Populer lantaran perilakunya yang serakah, sok kuasa, rakus, dan tega menginjak-injak harkat serta martabat warga Banten yang sangat agamis.

Dengan rumus Lima W + Satu H itu, siapa pun pasti mampu membaca jatidiri dan sepakterjan Atut selama memimpin Banten. Apakah kepemimpinan Atut lebih besar manfaatnya atau mudharatnya.

Tidak bisa dibayangkan, ulah Atut ternyata membuahkan kenestapaan dan kesengsaraan bagi warga Banten keseluruhan. Tidak hanya satu-dua, bahkan puluhan ribu warga Banten masih hidup di bawah kemiskinan. Padahal nilai atau angka APBD lumayan besar. Kenapa rakyat masih dihimpit kemiskinan? Kenapa kekayaan Atut menggunung?

Itulah persoalan yang sangat hakiki dan prinsip. Namun, Atut telah mengabaikan, menyeburkan ke Selat Sunda sekaligus memasukkan ke kepudan anak Gunung Krakatau. Justru Atut pamer pesona, bahkan memperkaya diri, memperkaya adiknya, juga memperkaya kroni-kroninya.
Sungguh, sungguh betapa malangnya nasib warga Banten. Sungguh, sungguh betapa nestapa rakyat Banten. Menangis pun tidak bisa mengeluarkan air mata. Meronta teriak kelaparan pun percuma tidak ada pemimpin lagi yang peduli terhadap jeritannya.

Perut keroncongan, jalan rusak parah, berbagai program pembangunan macet, dan sejumlah daerah menunggu APBD mencair. Itulah akibat kesombongan Atut. Itulah kecongkakan Atut, kekeh tidak mengikhlaskan kewenangan kepada Rano Karno sebagai Wakil Gubernur Banten. Akhirnya semua jadi berantakan!

Jelas sudah kehilangan kekuatan posisi tawar, Atut masih ngotot pamer kekuasaan. Apakah Kementerian Dalam Negeri 'buta' aksara batin rakyat Banten membiarkan Atut memimpin dari balik rumah tahanan. Banyak korban akibat ulah Atut. Namun, semua pihak termasuk Partai Golkar mengambil posisi buta, bisu, dan tuli terhadap kenyataan ini. (red)