Print this page

Portal Media Online dan Standar Badan Hukum

ilustrasi ilustrasi

detaktangsel.com- Lama sudah meninggalkan gelanggang dunia jurnalistik. Bekerja tulis-menulis hampir puluhan tahun dan kini hanya sekadar cerita buram.

Di saat vakum bergelut dengan dunia jurnalistik, iseng-iseng main ke pers room DPR RI. Selain lepas kerinduan kepada teman-teman dan senior, pingin juga melihat perkembangan pers nasional di Tanah Air. Maklum, pers room merupakan tempat 'mangkal' seluruh media yang ada di seantero Nusantara.

Kaget juga begitu menyaksikan kesibukan mereka. Ternyata jumlah wartawan media cetak kalah besar dibandingkan wartawan asal media online. Punah sudah istilah kuli tinta berubah menjadi kuli online atau apalah sebutan lainnya.

Kehadiran media online atau website tentu tidak terhitung jumlahnya. Saking besarnya, tenggelam wartawan asal media cetak. Bersaing ketat, itu sudah pasti. Namun, istilah bersaing telah 'diharamkan'. Karena antarwartawan suka klonning berita. Coba telusuri sejumlah media online dan media cetak, pasti penyajian berita senapas. Hanya beda lead atau style jurnalistiknya saja.

Berita strightnews misalnya, diganti semi berita opini dan sebagainya. Yang cukup membingungkan bukan masalah gaya penulisannya, melainkan sikap Dewan Pers terhadap kehadiran dan perkembangan media online ini secara hukum.

Kalau semasa Orde Baru dikenal dengan SIUUP. Lantas, sekarang hukum atau peraturan apa yang mana menjadi rujukannya. Karena bila ditelusuri sejumlah media online hanya bernaung di bawah badan hukum seperti PT,CV ,Yayasan,Komunitas, bahkan terdapat media online sama sekali tidak berbadan hukum.

Secara perseorangan bisa membikin portal-portal entah berbasis politik, ekonomi, hukum, dan sebagainya. Apakah memang semudah itukah seseorang secara pribadi mendirikan media online?

Dikhawatirkan keberadaan media online hanya untuk kepentingan pribadi. Berita beritanya bernada menyerang, mendiskreditkan, dan menyebarkan fitnah. Nah, kiranya Dewan Pers bila sudah memiliki peraturan baku patut disosialisasikan secara intensif dan permanen terkait standar badan hukum protal media online. Dengan demikian, hal ini bisa memproteksi dan memagari niat seseorang untuk mendirikan media online hanya untuk kepentingan pribadi,golongan dan lainnya.

Diyakini Dewan Pers telah melakukan hal ini seperti kewajiban portal media online mencantumkan pedoman cyber,UUD Pers dllnya. Namun, sejauhmana Dewan Pers telah bertindak dan di posisi mana Dewan Pers menyelesaikan masalah bila terkait pemberitaan media online yang tidak berbadan hukum. Jangan sampai terjadi tiba masa, tiba akal ketika berhadapan dengan masalah pemberitaan yang melibatkan media online tersebut, media online seperti apa yang layak terdaftar di Dewan Pers?

Masalah ini sempat menjadi bahan diskusi kawan-kawan di pers room. Diskusi ini bukan bermaksud mencari-cari kesalahan keberadaan media online. Tujuannya hanya untuk mengetahui duduk persoalan media di dunia maya di mata hukum formal dan peraturan Dewan Pers. Sehingga tidak terjadi kerancuan dalam menilai di era kebebasan pers, karena telah disepakati Dewan Pers sebagai Pengadilan seluruh insan pers dan media di Indonesia.

Dewan Pers diharapkan 'jemput' bola. Seluruh jajaran pemilik media online didaftar dan dipertanyakan hak kepemilikannya secara hukum. Apakah sudah memenuhi peraturan baku Dewan Pers atau belum. Upaya ini hanya untuk menertibkan eksistensi media online, dan Dewan Pers sebagai penengah dalam berbagai masalah antara media dan obyek berita.

Media online sekilas kompasiana, detikcom, okezone, tempo atau republika, tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya secara hukum. Lantas, bagaimana status media online milik perseorangan atau ilegal ?
Konon kabarnya, hak pemilikan media online di mata Dewan Pers harus berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas (PT), bukan badan hukum lainnya, apalagi tidak berbadan hukum. Karena ada indikasi kuat, sejumlah media online mendompleng pada payung hukum abu-abu. Ini kan masalah besar yang harus diselesaikan Dewan Pers.

Jangan sampai seseorang mendirikan media online hanya untuk kepentingan sesaat. Jelas isi beritanya untuk alat memukul musuh-musuhnya. Bukti media online seperti ini tidak bisa dipungkiri lagi. Namun, hanya Dewan Pers yang bisa men-justifikasi legalitas kepemilikan media online bersangkutan. (red)