Bedah Budaya Lokal

Bedah Budaya Lokal

detaktangsel.com- EDITORIAL, Tatanan masyarakat yang hidup secara harmonis (living in harmony) dalam lingkungan yang aman, tertib, sehat, selaras, dan lestari dengan menjunjung nilai-nilai budaya lokal adalah cita-cita tentang peradaban masyarakat perkotaan ke depan. Pengembangan komunitas menuju tatanan masyarakat madani merupakan upaya untuk membantu penghuninya bertanggung jawab membangun hubungan dengan komunitas yang lebih luas. Bahkan dengan lingkungan permukiman mereka secara harmonis.

Pengembangan komunitas diawali dengan memperkokoh perilaku masyarakat yang berbasis nilai-nilai kearifan dan budaya lokal seperti kebersamaan, kekeluargaan, kerelawanan, dan kejujuran yang mendasari nilai-nilai kearifan lokal sebagai modal sosial yang memperkuat tatanan komunitas dengan saling mempererat sesama anggota masyarakat. Sehingga terwujud budaya yang menjunjung etika, menghormati hukum dan peraturan, menghormati hak-hak warga lainnya, tertib, bersih, sehat dan produktif.

Dalam perilaku masyarakat seperti demikian, masyarakat telah mampu menciptakan pengaturan ketertiban dan keamanan lingkungan serta pengaturan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani).

Jauh sebelum negara dan bangsa Indonesia berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain itu, masyarakat lokal, telah menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.

Sifat kemandirian dan kesukarelaan para pengurus dan anggota organisasi tersebut merupakan karakter khas dari sejarah masyarakat madani di Indonesia. Pada umumnya negara mendahulukan pembangunan ekonomi sembari melakukan tindakan represif terhadap kekuatan–kekuatan masyarakat madani, sebagaimana dilakukan rezim Orde Baru selama puluhan tahun.

Peranan masyarakat madani sangat lemah. Sementara negara sangat dominan tanpa kontrol masyarakat sipil. Akumulasi dari kondisi ini adalah tindakan monopoli elite penguasa Orde Baru melalui praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang merugikan negara.

Pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi menyebabkan pembangunan institusi–institusi politik yang demokrasi lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi. Model pengembangan demokrasi ini pun pada kenyataannya tidaklah menjamin demokrasi berjalan sebagimana layaknya.

Kegagalan demokrasi di sejumlah negara dalam banyak hal berhubungan dengan tingkat kemiskinan warga negaranya.

Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi. Pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi.

Pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah. Hal itu mengingat bahwa demokrasi membutuhkan topangan kultural dan budaya, selain dukungan struktural.

Usaha–usaha pendidikan dan penyadaran politik warga Negara merupakan upaya membangun budaya demokrasi di kalangan warga negara. Secara teoritis, upaya pendidikan dan penyadaran politik kelas menengah dapat dianggap sebagai bagian dari proses penyadaran ideologis warga negara, sebagaimana pernah disinggung oleh Gramsci (1891 – 1937).

Berbagai temuan mutakhir mengenai kondisi pranata-pranata lokal yang tumbuh kembang dalam lingkup komunitas-komunitas setempat, baik yang berbasis kekerabatan, religi, atau yang lain, patut dijaga. Apalagi selama puluhan tahun masa Orde Baru, pranata-pranata lokal ini telah mengalami marjinalisasi, modifikasi, dan disorganisasi dalam konteks pengintegrasian pranata lokal ke dalam struktur pemerintah daerah berdasarkan UU No 5/1974.

Saat ini dunia tengah mengalami perubahan yang sangat cepat munuju demokratisasi di berbagai bidang kehidupan, baik agama, politik, pemerintahan, ekonomi perdagangan, industri, kebudayaan, hukum, teknologi komunikasi, dan informasi. Misalnya, di bidang politik telah terjadi perubahan fundamental yang ditandai dengan ambruknya ideologi komunisme, terutama di negara-negara Eropa Timur, dan dengan cepat kekuatan demokrasi semakin meningkatkan pengaruhnya di berbagai negara, termasuk negara-negara yang dulunya berpaham komunis.

Perubahan yang cepat dari ketegangan idieologis ini membawa pergeseran lahirnya pandangan dunia baru. Masyarakat global agaknya mulai sadar untuk mau bekerja sama mewujudkan tatanan hidup yang lebih demokratis, religius, dan manusiawi dalam kebersamaan, kedamaian sejati tanpa sekat-sekat golongan, agama, serta etnis, bahkan negara.

Justru tuntutan global sekarang yang patut kita cermati adalah kebersamaan dunia yang dibangun di atas prinsip kemanusiaan universal. Karena itu, satu-satunya ideologi dan sistem nilai kehidupan yang bisa dipercaya dan diharapkan dapat mempersatukan dunia demi terwujudnya tata dunia baru yang lebih adil dan manusiawi adalah humanisme universal.

Menguatnya tuntutan agar supremasi sipil dijalankan sepenuhnya guna mengurangi peran dan dominasi militer dalam pemerintahan selama ini juga kian dibutuhkan. Dengan demikian, militer ditempatkan sebagai alat pertahanan negara.

Sebagai konsekuensi logis menguatnya ideologi kapitalistik liberal ke seluruh dunia, maka sistem ekonomi dan perdagangan yang berlaku juga mengarah ke sistem ekonomi pasar. Berbagai dampak negatif penerapan sistem tersebut di berbagai negara, khususnya negara berkembang tidak dapat dihindari karena kian terintegrasinya perekonomian negara-negara ke dalam satu perekonomian global dalam bentuk pasar bebas dan pasar terbuka.

Sudah pasti jika tidak ditangani serius, ekonomi kerakyatan yang menjadi basis perekenomian bangsa kita akan terancam kelangsungan hidupnya.

Kita akan membuat kekeliruan yang gawat jika kita hanya memperhatikan segi-segi perbedaan kultural antara (suku) bangsa kita.

Walaupun beberapa kalangan menganggap demokrasi sebagai sistem dianggap mampu berjalan dengan niscaya, menurut Diamond (1992), demokrasi juga menuntut tumbuhnya masyarakat beradab yang bersemangat, gigih, dan pluralis. Tanpa satu masyarakat yang beradab, demokrasi tidak akan mungkin dikembangkan dan menjadi langgeng.

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online