Print this page

Skenario Allah Tentukan Segalanya

Skenario Allah Tentukan Segalanya

detaktangsel.comCELOTEH - Berjalan seorang pria muda. Dengan tas ransel, berjalan gontai. Rambut terurai sebahu bak seniman.

Sorot matanya memadang lurus ke depan. Istirahat sejenak di warung untuk meneguk segelas teh hangat tanpa rasa gula. Banyak masalah merengut pemikirannya. Selain terkait masalah pengusiran dari rumah kontrakan, juga batas waktu pembayaran uang kuliah tinggal sehari. Tak terbayar berarti drop out (DO).

Nama pria muda ini adalah Bambang Waskito. Anak buruh tani lahan tebu di Desa Kedaung, Pandaan, Jawa Timur. Mahasiswa semester VIII jurusan Komunikasi Massa Akademika Bibit Unggul sempat menikmati beasiswa selama tiga tahun. Selanjutnya beasiswa itu tidak berpihak padanya. Ia pun bekerja sebagai juruparkir 'liar' di kawasan Margonda, Depok.

Lumayanlah penghasilannya. Bila dikumpulkan, bisa membiayai hidup sehari-hari dan bayar kontrakan rumah. Juga terkumpul pula untuk bayar uang kuliah.

Belakangan, empat bulan terakhir, nasib Bambang Waskito terpuruk. Lahan parkirnya direbut komunitas preman. Pria kelahiran 30 September 1983 ini tidak berdaya. Selain kehilangan mata pencaharian, juga terdepak dari kontrakan.

Untung Bambang Waskito punya sahabat berbaik hati bernama Adi Permana. Adi ajak Bambang Waskito tinggal serumah. Meski berlantai semen, kamar ukuran 3 kali 3 meter sangat bermanfaat bagi Bambang Waskito.

Orangtua dan saudara Adi Permana sangat menerima kehadiran Bambang Waskito. Meski tidak terlalu kaya, soal kebutuhan sehari-hari Bambang Waskito tercukupi. Bambang Waskito bersyukur banget.

"Saya sangat berterima kasih kelurga bersedia menerimaku. Saya anggap Kamu sekeluarga sebagai malaikat penyelamat, Adi," kata Bambang Waskito saat ngobrol dengan Adi Permana di tengah malam.

"Berterima kasihlah sama Allah. Tanpa campur tangan Allah, semua ini tidak akan terjadi. Ini namanya skenario Allah," sahut Adi Permana.

"Yang penting, kamu lulus menjadi sarjana komunikasi. Karenanya, kamu harus memaknai dan menyukuri skenario Allah ini."

Bambang Waskito mangut-mangut mendengarkan jawaban Adi Permana. Tak terasa menetes air matanya. Bambang Waskito benar-benar terharu menyikapi ketulusan keluarga Adi Permana. Tanpa pertolongan keluarga Adi Permana, nasib Bambang Waskito makin terpuruk.

Mimpi jadi sarjana komunikasi musnah. Bahkan, dirinya tidak menjadi anak kebanggaan orangtuanya. Cita-cita menjadi anak desa tertinggal menyandang gelar sarjana mungkin tinggal cerita pepesan kosong.

Setahun sudah Bambang Waskito hidup serumah dengan Adi Permana. Ia merasa tanpa beban ekonomi yang sangat berat kecuali beban moral yang tidak bisa diukur dengan uang.

Suasana kebatinan Bambang Waskito adem ayem. Tiba-tiba ikut terusik ketika usaha orangtua Adi Permana, Tan Sri Malaka kolep. Tertipu mafia perdagangan komoditi jengkol sampai miliaran rupiah.

Suasana adem ayem berganti galau. Makanya, Bambang Waskito izin pergi cari pekerjaan. Satu bulan sudah, Bambang Waskito mendatangi perkantoran apapun mencari lowongan kerja.

Mukanya kusut, bajunya kumel, dan langkahnya gontai. Sudah ratusan kilometer jalan ditempuhnya. Namun, tidak ada satu pun perkantoran yang menerima dirinya sebagai pekerja.

Namanya salah tengah malam Tahajud maupun salah Dhuha selalu dijalani secara khusuk. Namun, skenario Allah tidak berubah. Bambang Waskito tetap dijeratkan masalah berat. Sampai Bambang Waskito tidak berani cerita nasib kepada orangtuanya secara jujur. Maklum, kondisi kesehatan bapaknya di kampung kurang sehat.

Meski kolep, perhatian keluarga Adi Permana terhadap Bambang Waskito tidak bergeser secentimeter pun. Justru mereka tidak tega bila Bambang Waskito ikut merasa terpasung jiwanya akibat permasalahan kebangkrutan bisnisnya. Namun, Bambang Waskito tidak mau diam diri. Ia bersikeras menggapai peluang pekerjaan. Namun, apa daya semua perkantoran termasuk penerbitan pers tidak mau menerimanya karena statusnya tanpa embel-embel sarjana.

"Bagaimana nih Adi. Saya belum mendapat pekerjaan," kata Bambang Waskito.

"Ya, sabar Mbang. Emang belum rejeki, mau diapain lagi. Yang penting, kamu sudah tunjukkan usaha. Kalau hasilnya nihil, enggak perlu dipikirin," tandas Adi Permana.

Adi Permana ingatkan Bambang Waskito bahwa ujian meraih gelar sarjana tinggal sebulan lagi. Bambang Waskito diminta konsentrasi hadapi ujian tersebut ketimbang emosi mencari pekerjaan.

"Ini masalah keluargaku. Kamu enggak usah terpasung. Biarkan bapakku yang menghadapi dan menyelesaikan masalahnya. Saya sendiri dilarang ikut-ikutan, apalagi kamu, Mbang," tegas Adi Permana kepada Bambang Waskito.

"Kalau mau lulus dan menyandang gelar sarjana komunikasi, kamu harus melupakan masalah keluargaku. Masalahmu adalah menyelesaikan pendidikan. Masalah bapakku adalah menyelesaikan kasusnya. Beres kan."

Akhirnya Bambang Waskito menerima pandangan Adi Permana. Makanya, ia pun putuskan untuk konsentrasi menyelesaikan pendidikan.

Usai meneguk segelas teh, Bambang Waskito tinggalkan warung. Temui Adi Permana, sahabatnya sekaligus malaikat penyelamatnya tersebut. Dan, Bambang Waskito sadar kehidupan ini tidak bisa lepas dari skenario Allah, bukan skenario manusia.

Saat yang ditunggu datang. Bambang Waskito bersama Adi Permana menjalani sidang untuk mempertahankan tesis di kampus. Mereka tenang dan mampu menjawab setiap pertanyaan kalangan dosen.

Akhirnya mereka berhasil lulus dan meraih gelar sarjana komunikasi. Sujud syukur pun dilakukan Bambang Waskito.

"Emaaaaaaak......, aku lulus dan sudah sarjana!" seru Bambang Waskito terharu.

Ucapan selamat datang dari rekan-rekannya, termasuk orangtua dan saudara Adi Permana. Bambang Waskito hanyut dalam kegembiraan.