Print this page

Love Me Some Body

Love Me Some Body

detaktangsel.comCELOTEH - Semasa duduk di SMA, Penk'i suka menyendiri. Duduk sambil merenung di bawah pohon cemara. Bersiul nyanyikan lagu Love Me Some Body, karya Bad Company.

Love me some body. Some body love me.........Sendu

Tak ada yang tahu Penk'i menyukai lagu itu. Usai lantumkan lagu, ia membuang putung rokok dan bergegas ke warung Bu Karman. Pesan nasi pecel dan es teh manis.

Bersamaan usai sarapan, bel sekolah berbunyi. Penk'i berlari-lari kecil menuju kelas. Duduk paling belakang sebangku dengan Ang Hok Juan.

Dua sahabat ini tidak pernah pisah sejak menjadi penghuni Kelas I-III P1. Mereka berpisah karena skenario Allah. Ang Hok Juan meninggalkan bertepatan dengan pengumuman hasil ujian.

Penk'i mencintai seseorang sejak mulai duduk sekelas. Namun, tidak ada yang tahu kecuali sahabatnya, Ja'far. Cerita kasmaran Penk'i terkuak justru setelah berpisah. Makin terkuak sejak reuni kali pertama.

Cinta tidak mengenal ruang dan waktu. Meski masing-masing punya pasangan hidup, cinta itu bak bola salju. Makin menggelinding, makin besar.

Perasaaan Penk'i dan Handayanti menyatu. Ibarat amplop dan prangko.

Anggap Belanda masih jauh. Mereka terjang badai fitnah. Persetan dengan omongan miring yang sengaja digulirkan pihak tertentu.

Kenangan ini kembali menggerogoti perasaan Penk'i sejak tinggal di Surabaya selama dua minggu. Puing-puing janji telah dirajut kembali. Ia merasa hebat karena menemukan jejak cintanya berpijak.

Bertautan dan pertempuran hati pun terjadi. Terkadang, melelahkan juga.

"Eeh wis tuwek, Penk!" seru Bulan Enam, sahabat Handayanti.

"Eling, podo wis duwe anak bojo."

Penk'i cuek. Anjing menggonggong khafilah berlalu.

"Lan, aku ngerti dan sadar. Saking ngerti dan sadarnya, cinta ini jangan sampai membunuhku. Lebih baik aku hidup bersama cinta," tutur Penk'i memanggil Bulan Enam dengan Lan.

Lain halnya komentar Pipik. Meski terkesan meledek, guyonannya bernada memberi motivasi.

"Mama mana. Dari rumah Mama?" tanya Pipik setiap ketemu Penk'i.

Sang suami, Adi tertawa mendengar pertanyaan istrinya itu. Adi tidak banyak komentar kecuali tersenyum.

Begitu bila ketemu Matahari. Sahabat Penk'i sejak SD Sulung III ini tidak ada pertanyaan lain kecuali menanyakan posisi Handayanti.

"Endi bojomu, Penk," kata Matahari.

"Awakmu serius mbek dek e."

"Opo jare Gusti Allah," jawab Penk'i singkat, padat, dan tegas.

"Aku wis nyuwun ridho Gusti Allah. Diparengi ridho, alhamdulillah. Mboten diparengi, nyuwun terus Gusti Allah."

Filosofi Penk'i menjadi Juru Tandur alias maju terus pantang mundur. Tidak ada istilah kalah perang sebelum genderang perang berhenti ditabuh. Meski cemooh, fitnah, dan olok-olok bertalu-talu, Penk'i tidak mundur.

"Awakmu njaluk nang bojo ne ae," tutur Ali.

Penk'i menolak mentah-mentah saran Ali. Dengan mimik serius, Penk'i mempertegas sikap.

"Lha opo njaluk nang bojo ne. Lebih becik, aku nyuwun ridho Allah. Gak ono urusan bojo ne.Wong iki urusan mbek Gusti Allah."

"Aku nyuwun ridho ne Gusti Allah saben mari salat lima waktu. Saben dino masio gak wayah e salat."

Penk'i yakin kalau Gusti Allah udah meridhoi, Handayanti pasti terlibat kembali dalam pertautan cinta lama yang belum kelar ini. Karena soal cinta, soal hati. Biarkan mereka bicara.

Angin senja berhembus. Tampak sepasang merpati putih terbang tinggi di awan. Menghilang di langit biru.

Buram kaca jendela, tak seburam masa laluku. Diriku masih di sini. Ingin kuungkapkan niat baikku. Menempuh hidup bersamamu. Di bawah kehangatan kebahagiaan.

Love me some body.......

Some body love me........