Print this page

Aku Masih Harapkan Kehadiranmu.............

Aku Masih Harapkan Kehadiranmu.............

detaktangsel.com- CELOTEH, Seminggu tergeletak di tempat tidur. Terkapar diselimuti perasaan galau. Maksud hati menemuinya, apa daya tidak kesampaian.

Hujan air mata membasahi pipi. Hendrijanti hilang bak tertelan bumi Kota Pahlawan, Surabaya. Tak satu pun teman menunjukkan keberadaan Hendrijanti. Mereka hanya memamerkan foto Hendrijanti di beranda facebook.

"Kamu enggak rindu."

"Kamu udah temui."

Dua kalimat pendek itu selalu menghiasi status teman-teman. Ungkapan atau komentar itu bak bogem mentah bagiku.

Semula kuanggap angin lalu. Lama-kelamaan mengingatkan diri tentang kenangan yang terpatri dalam hati. Dibuang sayang, disimpan makin sayang.

Aku masih cinta padamu, Hendrijanti. Aku masih sayang padamu, Hendrijanti.

Wahai angin malam. Kuingin sambut dan dekat cinta maupun sayangku. Namun, kemana wahai angin malam juwitaku bersembunyi.

Kutesuri sepanjang jalan kenangan. Dari warung ke warung. Kedai nasi kapau pun kusinggahi. Warung tenda tempe penyet kuselidiki. Apakah jejakku bersama Hendrijanti berpijak masih ada.

Ternyata masih tersisa. Namun, samar-samar. Seperti di salah satu cafe di kawasan gubeng. Aku sengaja booking satu ruangan yang pernah jadi saksi bisu. Saksi tentang kemesraan.

Suasana tampak nyata meski buram tertelah ruang dan waktu nan semu. Kunikmati segelas es krim coklat kesukaannya penuh kelembutan.

Bayang-bayang semu bermunculan. Tiada gelak tertawa dan canda ria. Alunan lagu Yesterday karya The Betles yang dilantunkan Paul McCatney nyaris tidak melahirkan kesan manis.

Sementara ketika akun di facebook kubuka. Wooooh, berbagai komentar bermunculan. Nadanya mengejek sekaligus mencemooh. Peduli setan, pikirku.

Usai dari cafe, kutelusuri jalan-jalan yang merekam dan merajut kenanganku bersama Hendrijanti. Di balik kaca jendela taksi, kupandang Rumah Sakit Siloam Surabaya. Begitu pun saat melintas di depan Rumah Sakit Husada Utama.

Tidak terasa kuhabiskan waktu dan uang hanya sekadar membeli kenangan semu. Kendati demikian, sepotong foto profil Hendrijanti kupegang erat-erat yang setia mendampingku.

Sesaat cacing di perut memberontak, kusuruh sopir taksi antarkan ke warung soto ayam di kawasan Jalan Kertajaya. Kepalang tanggung, aku buka album kenangan.

Aku bayangkan makan berdua. Meski terkadang makan bertiga bersama salah satu putri Hendrijanti.

Tanpa sadar mulut memanggil nama kecilnya, Titik. Untung pengunjung warung soto ini tidak ada yang mendengar.

Usai makan, aku sengaja singgah di bengkel elektronik di kawasan Jalan Raya Kertajaya. Kebiasaanku di bengkel milik Mbah Supri, aku mengawasi setiap sepeda motor yang berhenti di lampu merah. Kulakukan kebiasaan ini kembali.

"Enggak lewat sini lagi ya Mbah?" tanyaku kepada Mbah Supri.

"Aku jarang perhatiin," kata sahabatku ini sambil memperbaiki dinamo mesin air.

"Hhhmmmmmmmm......"

Benar adanya. Harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Sepanjang dua hari, ku tapak tilas. Alhasil hanya kutemukan bayangan di ruang semu.

Harapan tetap harapan. Kenyataan bukanlah kenyataan. Seakan mimpiku tentang Titik tersandera di ruang dan waktu nan semu. Seperti mimpi-mimpi sebelumnya. Kehadiran Titik hanya nyata di bawah sadarku.

Sadar bahwa aku selalu merindukann kehadiran Titik. Karena kehadiran Titik membuatku menjadi hidup dalam kehidupan. Untuk mengobati kerinduan, kukirim salam, Alfatehah dan Shalawat Nabi buat Titik. Ini sekadar simbol ku masih mencintai, menyayangi, serta mengharapkan kehadiran Titik.

Sambil ngobrol dengan Mbah Supri, kugoreskan pena di secarik kertas. Kutulis sajak indah tentang kenyataan yang tidak pernah nyata. Sajak ini sebagai nyanyian hati tentang kerinduan yang tidak pernah padam.

Usai adzan Azhar, kutinggalkan bengkel. Sesampai di rumah, kubaringkan badan yang letih di kasur. Kutatap langit dari jendela. Sambil berbaring ingin kuraih mimpi bukan di ruang dan waktu nan semu.