Print this page

Dusun Kaca Piring Geger

Dusun Kaca Piring Geger

detaktangsel.com- CELOTEH, Abis berbatang-batang mengisap rokok lisong. Ada keasyikan tersendiri bagi Kakek Soleh. Apalagi saat ngisap saat gerimis, sambil ngopi dan nyatap singkong rebus.

Nikmat, lezat! Ketenangan jiwa Kakek Soleh patut ditauladani. Meski menghadapi banyak masalah, tetap tidak menunjukkan kegalauan. Justeru Kakek Soleh makin mengisap rokok lisong dalam-dalam.

Umur Kakek Soleh 81 tahun. Namun, daya ingatnya kuat. Udah termasuk sesepuh Dusun Kaca Piring. Karena paling sepuh se dusun adalah Kakek Soleh.

Suatu hari Kakek Soleh menghilang. Dusun Kaca Piring geger, heboh. Anak-anak dan cucunya ngumpul.

Sebagai anak tertua Dul Kirbi uring-uringan. Ia memarahi adik-adiknya karena tidak bisa menjaga dan merawat orangtua.

Kabar Kakek Soleh hilang merebak. Warga pun ikut bingung dan merasa salah. Karena mereka tidak bisa mengawasi gerak-gerik pinisepuhnya.

"Kamu, semua tidak tahu diri. Bisanya cuma molor, makan, dan ngerokok. Orangtua pergi enggak tahu," kata Dul Kirbi dengan nada marah.

"Dasar anak tidak bisa membalas budi sama orangtua!"

Guspen, Kasro, Kirun, dan Dulmadi duduk terdiam. Tidak ada yang berani membantah tudingan kakandanya, Dul Kirbi.

Karena amarah Dul Kirbi kebablasan, Kasro tidak bisa menahan emosi. Ia coba memberanikan diri melawan.

"Kang Mas Dul kelewatan. Kesalahan kok dilimpahkan kepada adik-adik. Apa sampeyan tidak salah, sebagai anak paling tua."

"Koreksi, sampeyan juga enggak pernah perhatian sama Romo. Kerjanya cuma salah orang lain. Apa sudah bener jadi anak tertua cara menghormati dan menghargai Romo dengan amarah."

Dul Kirbi kaget didamprat Kasro. Enggak disangka omongan Kasro setajam silet.

Dua kakak beradik ini terlibat adu mulut. Saudaranya yang lain tidak berani melerainya. Nyalinya ciut.

Kamit Tuo Solihin tersentak ketika hendak masuk rumah Kakek Soleh mendengar suara Kasro bak petir di siang bolong.

Solihin tergopoh-gopoh memasuki ruang tamu. Solihin geleng-geleng kepala menatap Dul Kirbi dan Kasro adu mulut. Jengkel Kamit Tuo menyaksikan mereka berantem. Kamit Tuo pun memarahi keduanya.

"Anak enggak tahu diri. Sudah tahu orangtua hilang, malah berantem. Kalau mau berantem, tunggu Romomu pulang."

Sebagai anak harus rukun. Apalagi menghadapi musibah Romomu sudah tidak pulang lima hari.

"Romomu hilang, musibah bagi Dusun Kaca Piring. Apa kamu pikir penduduk dusun bisa tidur nyenyak gara-gara Romomu tidak kelihatan batang hidungnya."

Kakek Soleh bak orangtua bagi penduduk Dusun Kaca Piring. Selain pinter ngemong, penduduk suka perilaku dan pitutur Kakek Soleh yang lemah lembut, santun, dan sabar. Belum terdengar Kakek Soleh marah meski dicaci maki orang.

Saking sayangnya, penduduk tim pencari fakta untuk menelusuri keberadaan Kakek Soleh. Tim ini dipimpin langsung Kamit Tuo. Tugas tim melacak jejak berpijak Kakek Soleh.

Memasuki hari ketujuh, dini hari, Kakek Soleh muncul. Berjalan gontai sambil geleng-geleng kepala. Sedangkan mulutnya komat-kamit. Adalah penjaga pos siskamling Gesang memergoki kemunculan Kakek Soleh kembali. Gesang langsung memukul kentongan.

Sambung-menyambung kentongan dan bertalu-talu. Penduduk Dusun Kaca Piring geger. Semua lelaki keluar rumah sambil bawa pentungan. Suasana ini membuat Kakek Soleh makin kebingungan. Karena kentungan tidak seperti biasanya.

"Ono opo toh, Sang," tegur Kakek Soleh kepada Gesang.

"Eng.....eng.....enggak ada apa-apa Kek."

Kakek Soleh bertambah bingung menyikapi sambutan penduduk. Mereka saling berebut jabat tangan sambil mencium tangan Kakek Soleh. Tidak ketertinggalan Kamit Tuo bergegas menuju sumber keributan.

Tahu sumber keributan adalah kehadiran kembali Kakek Soleh, Kamit Tuo memanjatkan doa syukur kepada Allah. Langsung Kamit Tuo memeluk Kakek Soleh. Tidak terasa menetes air mata Kamit Tuo.

"Ono opo Kamit. Aku enggak mengerti. Aku bingung," Kakek Soleh menegur Kamit Tuo.

Semua penduduk bertanya dengan nada koor, kemana kakek menghilang selama sepekan. Memang ada apa?

Saat itu juga di tempat kejadian perkara, Kakek Soleh menceritakan kepergiannya secara diam-diam.

Ia sengaja enggak pamitan kepada siapa pun pergi ke Jakarta untuk menyaksikan langsung sidang perselisihan hasil Pilpres. Tidak punya sanak famili di Jakarta, kakek memantau jalannya sidang dari Air Mancur Monas.

"Maaf seribu maaf, aku telah membuat kalian semua bingung, galau, dan resah."

Sama halnya warga negeri ini merasakan kebingunan, galau, dan resah karena perselisihah hasil Pilpres. Tidak seharusnya hal ini tidak terjadi kalau semua pihak saling menegakkan supremasi kejujuran dan kepercayaan.

Seharusnya pula pemimpin bangsa ini meminta maaf kepada rakyat atas kejadian perselisihan hasil Pilpres. Rakyat tidak bisa dipersalahkan bila terbukti melakukan kecurangan. Itupun bisa jadi karena ada order dari pihak yang berkepentingan.

"Syukur wargaku tidak ada yang terlibat kasus kecurangan dalam Pilpres. Terima kasih, kalian semua bisa dipercaya tidak melakukan kecurangan," tutur Kakek Soleh memuji penduduk Dusun Kaca Piring.

"Yang penting, aku berangkat sehat dan pulang sehat."

Penduduk Dusun Kaca Piring pun lega karena pinisepuhnya sudah kembali dari pengembaraannya. Apalagi pergi ke Jakarta sekadar ingin menyaksikan langsung sidang keputusan MK tentang hasil Pilpres 2014.

Kakek Soleh pun meminta penduduk kembali pulang ke rumah masing-masing. Tanpa di komando, penduduk beranjak satu per satu meninggalkan halaman rumah Kakek Soleh. Sementara anak-anak dan cucu-cucunya memandang kakeknya dengan senyum sumringah.