Print this page

Ogah Aaaah Nyoblos

Ogah Aaaah Nyoblos

detak.co.id- SEKETIKA, Kehadiran golput selalu menjadi fenomena politik. Selalu menjadi pembicaraan, dimusuhi, dan dicap inkonstitusional. Arman dkk, Ghozali His Ganks, Dani cs, Ahmad Eko, Widya, Rio, serta Atmodilogo cs, sadar dan sangat memahami bahwa golput adalah inkonstitusional. Namun kelompok kritis penggiat golput, perilaku tidak memilih bukanlah tanpa tujuan.

Jagat politik tidak mengenal istilah kawan dan lawan abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi. Saat ini jadi 'pemberontak', suatu saat nanti bisa jadi 'pahlawan'. Sikap politik gerombolan Arman dkk, Ghozali His Ganks, dan Atmodilogo bisa jadi berubah warna.

Bambang, Ketua LSM Suara Hati, tidak banyak komentar ketika mengikuti sarasehan sekaligus haul R Moeljadi, tokoh pergerakan kaum marjinal. Almarhum adalah sosok yang konsisten dan punya komitmen tinggi berjuang untuk mengentaskan kaum marjinal dari kelaparan dan kebodohan. Banyak tawaran dari berbagai partai politik asal tokoh ini siap menyalurkan aspirasi kaum marjinal kepada partai politik yang diminatinya.

Sebelum meninggal dunia, Pak Moel sempat ceritakan tawaran itu kepada sahabatnya senasib dan seperjuangan.
"Mending kucampakkan tawaran itu. Aku jadi ogah nyoblos."

Bambang masih menyimpan dan mengingat terus sikap politik Pak Moel tersebut. Mantan aktivisi GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) ini hanya menyindir gerombolan kelompok kritis yang sama-sama menghadiri sarasehan.
"Orang lain tidak perlu tahu kita adalah golput. Kita adalah antikemapanan. Dan, kita adalah aktor demokrasi. Yang tahu siapa diri kita hanya kita sendiri dan Allah."

"Aku sudah bosan dan muak mendengar klaim bahwa saya adalah begini begitu."
Saking penasarannya, Dika nyeletuk.
"Cak Bambang, aku enggak mengerti arah pembicaraannya."
"Aku paham. Aku tidak menyindir siapapu, peserta sarasehan. Aku ingin mengingatkan kawan-kawan. Jangan suka pamer siapa diri kita."
Cak Bambang nyerocos terus tanpa titik koma. Dia mengguliti aktivis-aktivis yang makin kehilangan jatidirinya.
"Siapa enggak kenal Bambang Sudjatmiko, Andi Arief, Pius, Permadi, Haryanto Taslam, dan sebagainya. Sekarang di mana dan bersama siapa mereka berjuang."
"Aku hanya bisa memberi saran agar tidak mengobral pernyataan di muka umum. Kita akan mendapat mudharat ketimbang manfaat."

Cak Bambang tergolong senior bagi teman-teman aktivis. Jejak berpijak Cak Bambang tidak diragukan. Karenanya, Cak Bambang memilih 'bertapa' di padepokannya daripada aktif menghadiri acara. Cak Bambang tetap ogah-ogahan menyalurkan aspirasi politiknya di pesta demokrasi. Padahal Cak Bambang juga akrab dengan sejumlah politisi dari partai politik mana pun.
Ia sangat mempercayai bahwa eksistensi dan kiprah golput hanya sebagai simbol atas berbagai bentuk protes politik yang tidak sempat tersuarakan. Golput bagi para pendukungnya, yang bisa merefleksikan banyak pesan.

Yudhi Prakoso interupsi dan meminta Cak Bambang memberi pencerahan ihwal garis politik yang harus dijaga dan dikawal rekan-rekan aktivis menghadapi pemilu. Agar rekan-rekan tidak salah berpijak dan salah meninggalkan jejak ketika pesta demokrasi berlangsung dan pascapesta demokrasi.

"Semua kalangan agar memahami perilaku golput haruslah kontekstual. Karena memahami perilaku golput tidak bisa hanya sepotong-potong. Apalagi harus didasarkan pada interpretasi sepihak para teoritis, ilmuwan, akademisi atau bahkan peneliti."
"Tetapi harus didasarkan pada pemahaman dan kesadaran para pendukung golput itu sendiri, pesan apa yang hendak disampaikan kepada publik atas pilihan politiknya untuk tidak memilih."

Cak Bambang membagi-bagikan fotocopy hasil survei lembaga kajian demokrasi. Di mana menunjukkan angka masyarakat golput dan pemilih bimbang (undecided voters) masih tinggi. Angka pemilih yang belum memiliki keputusan dukungan terhadap partai politik peserta Pemilu 2014 mencapai 40,5 persen. Selain itu, hasil survei menunjukkan angka kecenderungan dukungan terhadap partai politik paling besar diraih oleh Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan Partai Demokrat.

"Beginilah kondisi konstelasi politik nasional menjelang pemilu, tahun depan."

Tausiah politik Cak Bambang ada benarnya. Sudah tradisi kalangan elit partai politik, terutama caleg dari masing-masing partai politik, menggeliat. Mereka lakukan sosialisasi program partai dan pencalegan dirinya.

Lembaran demi lembaran rupiah digelontorkan kepada basis massanya. Gula, teh, dan kopi tidak terhitung berapa kilogaram habis untuk disediakan setiap pagi, siang dan malam. Belum untuk pengadaan alat kampanye seperti spanduk, pamflet, bendera, dan lain-lain.

Selang satu jam seusai acara sarasehan, padepokan Cak Bambang kedatangan tamu, caleg. Cak Bambang sambut dengan hangat dan diperkenalkan ke teman-teman.
Si caleg sangat santun menyalami satu per satu sembari memperkenalkan dirinya.
"Fajar!"

Diam-diam Cak Bambang telah mengatur pertemuan dengan Fajar. Karena, Fajar adalah adik sepupu Cak Bambang. Namun, Cak Bambang menerima kehadiran Fajar meski hatinya menolak. Lalu, Cak Bambang memohon maaf tidak memberitahu sebelumnya menyusul kehadiran Fajar.

Fajar tidak meminta dukungan, apalagi mengharapkan teman-teman menjadi anggota tim suksesnya. Fajar sangat memahami, bahkan memaklumi sikap politik teman-teman. Dia hanya ingin sharring pemikiran sekaligus menanyakan sebab musabab menjadi golput.

"Silakan Dik Fajar bicara!"
"Makasih, Om. Asalamualaikum."

Diskusi episode dua, kira-kira begitulah pertemuan dengan Fajar. Enggak ada tema-temaan. Topik pembicaraan sekehendak hati, mau tanya apa, bagaimana dan mengapa.

Lama kelamaan serius juga tanya jawab dengan Fajar meski hanya sharring sifatnya. Momentum informal ini punya arti penting bagi Fajar. Makanya, tim sukses Fajar tanpa dikomando telah mengabadikan pertemuan, baik gunakan kamera handycam maupun kamera biasa.

Jepret sana, jepret sini. Semua sudut, semua angle diambilnya. Enggak terhitung sudah berapa frame pengambilan gambar.
Jelang pukul 17.33, berakhir pertemuan dengan Fajar. Tidak deal-deal politik. Juga tidak ada keputusan politik. Yang ada hanya doa politik untuk kesuksesan Fajar menghadapi Pemilu Legislatif.

Bersamaan itu, semua teman-teman juga pamitan kepada Cak Bambang. Pandepokan Cak Bambang langsung sepi senyap. Hanya kicauan burung Lovebird, cucak hijau, dan jenggot yang terdengar sahut-sahutan.

Tampak Cak Bambang menyibukkan diri bersih-bersih halaman rumah. Maklum, Cak Bambang sendirian alias menduda sejak dua tahun lalu. Sementara anak-anaknya sudah berumah tangga.