Print this page

Empat Pejabat BPN Tersangka Korupsi

illustrasi korupsi illustrasi korupsi

BOGOR-Kasus tindak pidana korupsi kembali mencuat, kali ini menimpa kantor pertanahan nasional (BPN) Kota Bogor. Kemarin, kepolisian Resor Bogor Kota memeriksa tiga pegawai negeri sipil sebagai tersangka korupsi program layanan rakyat untuk sertifikasi tanah (Larasita).

Kapolres Bogor Kota Ajun Komisaris Besar Bahtiar Ujang Purnama mengatakan, sebenarnya jumlah tersangka kasus program Larasita Kantor Pertanahan Kota Bogor ada empat orang. Namun, satu orang sudah menjadi PNS di Kantor Pertanahan Kota Tarakan (Kalimantan Timur).

"Yang di Tarakan sudah dipanggil untuk diperiksa hari ini tetapi belum datang," ujarnya.

Adapun tiga PNS yang diperiksa masih bekerja pada Kantor Pertanahan Kota Bogor. Ketiganya yakni Wintarsa dan Johan (bendahara program) serta Sodikin (satuan tugas yuridis). Inisial nama PNS yang bekerja di Tarakan belum diungkap oleh penyidik.

Program Larasita kata dia, dicanangkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (saat itu) Joyo Winoto dan diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Mei 2009.

Dalam hal ini, kantor pertanahan Kota Bogor pun turut serta melaksanakan program yang berwujud pelayanan administrasi secara bergerak dengan mobil. Di kendaraan terdapat tim terdiri atas koordinator dan satuan tugas yuridis, teknis, dan bendahara.

Adanya pelayanan ini, pemohon sertifikasi dapat mendatangi mobil Larasita dengan membawa berkas pengurusan sertifikat. Pemohon tidak perlu jauh-jauh datang ke kantor pertanahan.

Jika berkas dinyatakan lengkap dan sesuai, pemohon kemudian diminta membayar sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan BPN.

"Intinya mereka jemput bola ke masyarakat," terangnya.

Selanjutnya, berkas yang ada diproses, tim ukur tanah didatangkan untuk pengukuran, dan sertifikat hak milik diproses sampai diterbitkan. Namun, pelaksanaan program Larasita belakangan diketahui melanggar petunjuk teknis.

Berkas pemohon tidak diurus. PNBP dari pemohon tidak disetorkan ke kas negara tetapi tersangka menggunakan dana program UKM 2010 dan program Prona 2011 yang merupakan program serupa dengan Larasita dan dibiayai anggaran pendapatan dan belanda negara (APBN).

Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Kota Ajun Komisaris Candra Sasongko menambahkan, tersangka Wintarsa, Johan, dan Sodikin menerima 444 berkas permohonan sertifikasi melalui program Larasita 2009.

Namun PNBP sebesar Rp293.230 juta yang mereka pungut tidak disetorkan ke kas negara tetapi dipakai untuk kepentingan pribadi. Dengan pembagian Wintarsa. menerima 176 berkas mengajukan klaim pengurusan berkas program Larasita dengan program Prona 2011 senilai Rp120,58 juta.

Johan yang menerima 203 berkas mengajukan klaim dari program UKM 2010 dan Prona 2011 senilai Rp131,78 juta. Sodikin yang menerima 65 berkas mengajukan klaim dari program Pronas senilai Rp 43,87 juta.

Candra mengatakan, kasus korupsinya terletak pada penggunaan APBN melalui program UKM dan Prona. Seharusnya, PNBP dari pemohon sertifikasi tanah disetorkan ke kas negara. Padahal Penerbitan sertifikat terus diproses tanpa harus melibatkan sumber APBN.

"Karena memakai APBN, para tersangka merugikan keuangan negara," katanya.

Kasus ini terungkap dari laporan masyarakat yang resah bahwa mengajukan permohonan sertifikasi lewat program Larasita pada 2009 tetapi hingga program Prona 2011 tidak juga selesai.

Laporan diterima dan diselidiki enam bulan lalu. Pada Oktober 2013, penyidik sudah mengumpulkan cukup alat bukti dan sasaran orang yang dicurigai sehingga meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan hingga menetapkan tersangka. (rul)