Print this page

Cegah Banjir, Hutan Bogor harus di Jaga

Bogor- Banyak Hutan di Bogor dibabat menjadi Kebun Teh dan Bangunan Liar Bogor- Banyak Hutan di Bogor dibabat menjadi Kebun Teh dan Bangunan Liar

detaktangsel.com- BOGOR, Jakarta ternyata sudah diterjang banjir sejak dulu. Bahkan banjir besar menerjang saat tahun 1918. Saat itu, hutan di kawasan Puncak Bogor dibabat untuk dijadikan kebun teh.

“Tercatat yang terbesar adalah yang terjadi pada tahun 1621, 1654, 1725 dan yang paling besar adalah yang terjadi pada tahun 1918, yang merupakan akibat dari pembabatan hutan untuk perkebunan teh di Puncak. Waktu itu, banyak korban manusia dan harta benda yang lain,” ujar pakar hidrologi dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Dr. Ir. Robert M. Delinom kepada wartawan.

Banjir itulah, lanjut Robert, yang membuat Pemerintah Belanda membuat perencanaan untuk mencegah banjir di Batavia. Rencana pencegahan itu kemudian terkenal dengan apa yang disebut sebagai“Strategi Herman van Breen”(1920 -1926), disebut demikian karena meneer van Breen adalah ketua tim pencegahan banjir di Batavia pada saat itu.

Strateginya sangat sederhana yaitu mengendalikan air agar tidak masuk kota. Untuk itu dibuatlah kolektor air di pinggiran selatan kota dan untuk kemudian dialirkan ke laut melalui tepi barat kota. Waktu itu batas selatan kota adalah di Manggarai.

Jadi saluran itu dimulai dari Manggarai terus melalui pinggir kota dan berakhir di Muara Angke. Saluran tersebut yang terkenal dengan sebutan Banjir Kanal (sekarang Banjir Kanal Barat,red). Namun, kanal ini kata diasekarang sudah tidak bisa bekerja secara optimal karena Jakarta sudah menjadi sangat luas dan tempat parkir air di hulu sudah semakin sempit. “Aliran air menjadi semakin liar mulai dari hulu,” terangnya.

Berkaca kebelakang, kondisi puncak saat ini tidak jauh berbeda, dimana kondisi lebih parah, karena daerah yang dulu hutan hijau sekarang sudah banyak dibuka  oleh tangan-tangan pencari keuntungan untuk dijadikan vila, hotel dan rumah makan. Sehingga menyebabkan daerah resapan air di hulu sangat terbatas, alhasil air hujan yang turun tidak terserap dan langsung terbuang ke sungai.

Akan tetapi, Pemerintah DKI Jakarta telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk meratakan ratusan bangunan di puncak agar daerah resapan berfungsi kembali. Sebelumnya pembongkaran dilakukan oleh Kasatpol PP Dace Supriadi, untuk tahun 2014 ini, digantikan oleh TB Lutfie Syam mantan kadiskominfo Kabupaten Bogor.

“Pembongkaran bangunan itu pasti akan dilanjutkan, karena salah satu program unggulan Pemkab Bogor. Namun, saya harus mempelajari terlebih dahulu berkas perjanjian antara Pemkab Bogor dan Pemprov DKI Jakarta. Dan berapa lagi villa atau bangunan yang belum dilakukan pembongkaran,” kata Lutfi.

Namun, pihak Pemerintah Bogor, masih melakukan pembahasan terkait lahan kosong bekas bangunan liar yang diratakan beberapa waktu lalu. “Yang pasti, kalau itu lahan konservasi atau lahan serapan air, tentunya kami akan mengembalikannya keperuntukan awal,” kata mantan Kadiskominfo ini.

Menyikapi musibah banjir di ibukota Jakarta yang selalu dikaitkan dengan Puncak sebagai wilayah serapan air, menurutnya persoalan banjir di Jakarta tentunya menjadi tanggung jawab semua pihak.

“Pemkab Bogor sudah melakukan pembongkaran bangunan yang berada di lahan serapan air tau konserfasi, meskipun belum semuanya. Tapi, kenapa Jakarta masih banjir, berarti masih ada persoalan lain selain puncak sebagai wilayah serapan,” pungkasnya. (rul)