Bongkar Villa Bukan Cegah banjir, Tapi Tegakan Aturan

Bongkar Villa Bukan Cegah banjir, Tapi Tegakan Aturan

BOGOR - Peneliti dari Pusat Pengkajian Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM Institut Pertanian Bogor (IPB) Yayat Supriatna menegaskan pembongkaran ratusan vila di kawasan Puncak oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, bukan hanya semata-mata untuk pencegahan dan meminimalisir bencana banjir yang kerap melanda wilayah DKI Jakarta akan tetapi lebih pada penegakan hukum.

Pasalnya, sebagian besar vila dan bangunan yang kian marak dijadikan sebagai tempat peristirahatan memang menyalahi aturan karena berdiri dan berada di kawasan hutan lindung yang memang tidak boleh ada bangunan yang seharusnya dijadikan sebagai lahan untuk serapan air dan konserfasi.


“Pembongkaran vila ini bukan untuk menanggulangi banjir tapi ini sebagai bentuk pencegahan karena jika vila itu dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak lagi vila dan bangunan lain yang akan berdiri dikawsan hutan lindung sehingga menutup lahan resapan air,” ungkapnya.

Namun, kata dia, kegiatan pembongkaran vila di Puncak sebagai salah satu cara pencegan dan meminimalisir bencana banjir Jakarta. Karena puncak merupakan daerah hulu dan menjadi resapan air, jika kawasan hulunya aja rusak (puncak,red) maka akan memperparah banjir Jakarta.

Menurut dia, berdasarkan hasil kajian, bencana banjir yang melanda Jakarta memang 70 persennya disebabkan oleh Jakarta sendiri yakni, karena dari geografisnya saja berada di kawasan rendah, jika dilihat dari tomografis merupakan kawasan hilir dan air mengalir dari hulu ke hilir, ditambah lagi banyaknya kawasan resapan air yang braling fungsi.

 "Sering kali wilayah Jakarta terkena banjir padahal Bogor tidak hujan, bahkan jika Bogor diguyur hujan maka hanya daerah yang berada dibantaran kali aja yang mengalami banjir, " kata dia.

Sementara 30 persen lainya disebabkan oleh faktor lain yakni kawasan hulu yakni kawasan puncak yang menjadi resapan air.  Karena kalau kawasan hulunya rusak parah akan memperparah banjir Jakarta.

Ia mengaku brdasarkan hasil peneitian dan survey yang dilakukan Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor (IPB),  separuh kawasan hutan lindung di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) hilang karena beralih fungsi menjadi permukiman.

"Hal ini pula yang menyebabkan daerah resapan air semakin banyak berkurang dan memicu bencana banjir yang semakin rentan di kawasan Jakarta maupun daerah di sekitar Bogor," imbuhnya.

Saat ini kawasan hutan di wilayah Jabodetabek hanya tinggal enam persen dari jumlah semula sekitar 12 persen pada tahun 1972 hanya wilayah Jakarta saja yang terbangun sedangkan wilayah Bogor masih banyak hutannya. Namun pada tahun 2000 terlihat peningkatan yang sangat signifikan, bahkan pertumbuhan kawasan permukiman serta komersial mencapai 12 kali lipat dibandingkan tahun 1972.

"Tidak heran jika kawasan resapan air pun ikut menghilang dan menyebabkan banjir yang sering melanda sejumlah daerah Jakarta dan sekitarnya,”  tambahnya.

Kini kawasan hutan lindung seperti Puncak tinggal 60 persen saja yang murni kawasan hutan, sisanya sudah jadi macam-macam seperti vila atau tempat wisata. Sedangkan  hutan produksi seperti yang ada di wilayah Bogor bagian barat sudah tidak bisa disebut hutan lagi karena kawasannya tinggal 21 persen, sisanya telah beralih fungsi.

Bahkan, hutan konservasi yang seharusnya tidak bisa disentuh dan diotak-atik pun saat ini tinggal 63 persen yang benar-benar hutan, sisanya telah menjadi kawasan komersil dan permukiman. "Adanya alih fungsi ini juga menjadi salah satu pemicu,” tandasnya.(rul)

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online